Jakarta – JAGAT BATARA. Jum’at, 22 November 2024. Kasus penembakan yang menewaskan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Solok Selatan, AKP Ulil Ryanto Anshari, oleh Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar, tengah diselidiki oleh pihak kepolisian. Penembakan tersebut terjadi setelah AKP Ulil menangkap pelaku ilegal tambang galian C, dan kini menambah panjang daftar dugaan kejahatan yang melibatkan aparat penegak hukum.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengungkapkan kekhawatiran adanya upaya perintangan dalam proses penyidikan, atau yang dikenal dengan istilah obstruction of justice, jika penembakan tersebut terbukti terkait dengan penanganan kasus tambang yang sedang ditangani oleh korban.
Komisioner Kompolnas, Mochammad Choirul Anam, dalam keterangannya pada Jumat (22/11/2024), menegaskan pentingnya mengungkapkan motif dan latar belakang penembakan tersebut. “Jika penembakan ini benar terkait dengan tugas hukum yang sedang dilaksanakan oleh korban, ini bisa dikategorikan sebagai obstruction of justice, sebuah tindakan yang harus diungkap secara transparan,” kata Anam.
Lebih lanjut, Anam meminta agar pihak Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat segera menggali lebih dalam, tidak hanya mengenai pelaku penembakan, tetapi juga kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang terlibat dalam peristiwa ini. “Penting untuk mengidentifikasi apakah ada aktor lain yang terlibat, dan apakah ada jaringan yang berusaha menghalangi proses penegakan hukum,” ujarnya.
Kronologi Penembakan Polisi oleh Polisi
Peristiwa tragis ini terjadi pada Jumat (22/11/2024) dini hari, sekitar pukul 00.43 WIB, di Markas Polres Solok Selatan yang berlokasi di Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir. Berdasarkan informasi yang diterima awak media, penembakan itu terjadi setelah AKP Ulil Ryanto Anshari, Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, mengungkap kasus ilegalitas tambang galian C. Dalam operasi yang dilakukan oleh timnya, polisi berhasil menangkap pelaku yang diduga terlibat dalam kegiatan penambangan liar tersebut.
Kronologi kejadian bermula ketika AKP Ulil menerima telepon dari AKP Dadang Iskandar, Kabag Ops Polres Solok Selatan, yang memberi informasi terkait penangkapan pelaku tambang. Setelah itu, pelaku yang diamankan dibawa menuju Mapolres Solok Selatan dan diperiksa oleh penyidik. Namun, saat pemeriksaan berlangsung, tiba-tiba terdengar bunyi tembakan dari luar ruang pemeriksaan. Begitu pemeriksaan dihentikan, Kasat Reskrim AKP Ulil ditemukan tergeletak dengan luka tembakan di bagian kepala.
Sementara itu, Kabag Ops yang diduga sebagai pelaku penembakan terlihat meninggalkan Mapolres dengan mobil dinas Polri. Setelah segera dibawa ke Puskesmas setempat, diketahui bahwa AKP Ulil mengalami dua luka tembak yang cukup parah di bagian pelipis dan pipi kanan. Senjata api jenis pistol yang digunakan dalam penembakan tersebut telah diamankan bersama dengan beberapa selongsong peluru sebagai barang bukti.
Penyidikan dan Langkah Hukum
Kombes Pol Dwi Sulistywan, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumatera Barat, membenarkan terjadinya insiden tersebut dan menyatakan bahwa penyelidikan kasus ini masih berlangsung. “Ya, benar telah terjadi penembakan. Untuk kasusnya masih tahap penyelidikan,” ungkapnya.
Peristiwa ini menambah daftar panjang keprihatinan atas integritas dan profesionalisme aparat kepolisian dalam melaksanakan tugasnya. Kompolnas menyarankan agar penyidikan dilakukan dengan mengutamakan transparansi dan menghindari segala bentuk persekongkolan yang dapat menghalangi proses hukum. Penegakan hukum yang adil dan tidak memihak sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, terlebih lagi ketika yang terlibat adalah sesama aparat penegak hukum.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang potensi keterlibatan pihak-pihak lain dalam dugaan praktek ilegal tambang yang sudah lama berlangsung di daerah tersebut. Dengan adanya penembakan terhadap AKP Ulil, publik semakin terfokus pada kemungkinan adanya jaringan yang lebih besar yang berusaha menutupi praktik tambang ilegal, yang selama ini beroperasi tanpa pengawasan yang memadai. Pihak berwenang diharapkan untuk segera mengungkap semua pihak yang terlibat dalam peristiwa ini dan memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Jika terbukti adanya upaya obstruction of justice, hal ini tentu akan menjadi pelajaran penting tentang perlunya reformasi dalam tubuh kepolisian agar tidak ada ruang bagi tindakan yang merusak integritas hukum dan merugikan masyarakat. (Red)