Jakarta – JAGAT BATARA. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengaku terkejut mengetahui bahwa program pengadaan laptop berbasis Chrome OS (Chromebook) yang dijalankan di masa kepemimpinannya kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung).
Nadiem menyatakan bahwa seluruh proses pengadaan tersebut sejak awal sudah melibatkan sejumlah lembaga negara, termasuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertugas melakukan audit, serta Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun). Keterlibatan lembaga-lembaga ini, menurutnya, dilakukan untuk memastikan bahwa proses berjalan sesuai aturan dan terhindar dari pelanggaran hukum.
“Kami dari awal proses mengundang Jamdatun, mengundang Kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini agar proses ini terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi,” ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (10/6).
Ia menambahkan bahwa kementeriannya telah menyadari sejak awal bahwa ada potensi risiko dalam program tersebut, sehingga pengawasan dari berbagai instansi menjadi langkah penting yang diambil. Namun justru karena pengawalan tersebut, ia mengaku sangat terkejut dengan adanya penyelidikan saat ini.
“Inilah salah satu alasan kenapa saya juga terkejut waktu mengetahui berita ini,” imbuh Nadiem.
Penyelidikan Kejagung: Indikasi Pemufakatan Jahat dalam Kajian Teknologi Pendidikan
Kejagung saat ini tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait Program Digitalisasi Pendidikan, khususnya pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek untuk periode 2019 hingga 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa tim penyidik menemukan indikasi adanya pemufakatan jahat. Salah satu temuan penting adalah dugaan pengarahan secara khusus kepada tim teknis agar membuat kajian yang seolah-olah mendukung kebutuhan pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome (Chromebook), dengan dalih penguatan teknologi pendidikan.
Menurut Harli, skenario itu tidak mencerminkan kebutuhan riil di lapangan. Bahkan, hasil uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook yang dilakukan pada tahun 2019 justru menunjukkan bahwa perangkat tersebut tidak efektif digunakan sebagai sarana pembelajaran di sekolah.
Program pengadaan laptop ini melibatkan anggaran yang sangat besar, yakni mencapai Rp9,9 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp3,58 triliun berasal dari dana di Satuan Pendidikan, sementara Rp6,399 triliun didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kejagung saat ini masih melakukan penghitungan nilai pasti kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi dalam proyek pengadaan ini.
Sebagai bagian dari penyelidikan, Kejagung juga telah melakukan penggeledahan terhadap tiga apartemen milik staf khusus Nadiem Makarim, yaitu Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim.
Hingga saat ini, proses penyidikan terus berlanjut dan berbagai pihak menanti hasil lengkap dari penyelidikan Kejaksaan. Publik dan pengamat kebijakan pendidikan pun menyoroti kasus ini sebagai momentum evaluasi besar terhadap tata kelola proyek teknologi pendidikan di Indonesia.
Sementara itu, Nadiem Makarim menegaskan bahwa dirinya dan kementerian yang dulu ia pimpin telah berupaya mengikuti seluruh prosedur dan peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ia berharap proses hukum yang berjalan dapat memberikan kejelasan dan tidak menimbulkan prasangka yang keliru terhadap niat awal program tersebut. (Red)