Jakarta – JAGAT BATARA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Muhammad Haniv, mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) gratifikasi senilai Rp 21,5 miliar. Pemeriksaan dilakukan hari ini, Selasa (10/6/2025), di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Haniv merupakan bagian dari penyidikan lanjutan atas dugaan gratifikasi yang terjadi selama ia menjabat di lingkungan DJP Kementerian Keuangan.
“Hari ini Selasa (10/6), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dugaan TPK gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan,” ujar Budi.
Haniv diketahui datang ke Gedung KPK sekitar pukul 09.40 WIB. Dalam catatan KPK, Haniv menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Banten pada tahun 2011 hingga 2015, kemudian melanjutkan kariernya sebagai Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus dari 2015 sampai 2018.
Sebelumnya, Haniv juga sempat diperiksa oleh penyidik KPK pada Jumat (7/3). Namun saat itu, ia memilih bungkam dan tidak memberikan keterangan kepada media terkait materi pemeriksaan.
Gratifikasi untuk Bisnis Fashion Anak
Penyidik KPK menduga Haniv menyalahgunakan jabatan dan jaringannya di DJP untuk meminta sejumlah uang kepada para pengusaha yang juga merupakan wajib pajak. Permintaan tersebut dilakukan melalui jalur informal, salah satunya dengan mengirimkan email permohonan bantuan modal.
Email-email tersebut, menurut KPK, dikirimkan kepada sejumlah pengusaha untuk mendukung bisnis fashion milik anaknya. Dari aktivitas ini, Haniv diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 804 juta khusus untuk kebutuhan usaha tersebut.
Namun penyidikan tidak berhenti di angka itu saja. Berdasarkan penelusuran lanjutan, KPK mengungkap bahwa total gratifikasi yang diterima Haniv selama menjabat sebagai pejabat pajak mencapai Rp 21,5 miliar.
“Uang miliaran rupiah tersebut tidak dapat dijelaskan asal-usulnya secara sah oleh yang bersangkutan,” ungkap Budi.
KPK menjerat Muhammad Haniv dengan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang gratifikasi kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri. Jika terbukti bersalah, Haniv terancam pidana penjara dan denda dalam jumlah besar.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. KPK menegaskan komitmennya untuk terus menindak tegas penyalahgunaan wewenang di sektor strategis seperti perpajakan, yang sangat vital bagi pendapatan negara.
Hingga berita ini diturunkan, KPK belum mengumumkan apakah Haniv akan kembali dipanggil untuk pemeriksaan lanjutan atau apakah ada pihak lain yang akan ikut terseret dalam perkara ini. (Red)