Headlines

Sambut Penerapan KUHP Baru 2026, Menteri Imipas Tekankan Transformasi Peran Pemasyarakatan Lewat Gerakan Nasional Klien Bapas Peduli

Screenshot 2025 06 27 102202

JAKARTA – JAGAT BATARA. Dalam rangka menyambut implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026, Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) mengambil langkah konkret dengan menekankan pentingnya reformasi sistem pemasyarakatan. Menteri Imipas, Agus Andrianto, menegaskan bahwa peran Balai Pemasyarakatan (Bapas) akan menjadi semakin strategis dalam sistem peradilan pidana nasional.

Pernyataan ini disampaikan Menteri Agus saat meresmikan kegiatan Aksi Sosial Gerakan Nasional Pemasyarakatan Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025, yang digelar di kawasan budaya Setu Babakan, Jakarta Selatan, pada Kamis (26/6/2025). Kegiatan ini merupakan bentuk nyata komitmen Kementerian Imipas dalam mendukung semangat KUHP baru yang berfokus pada keadilan restoratif.

“KUHP yang baru telah mereformasi sistem hukum pidana Indonesia. Tidak lagi hanya menghukum, tetapi menekankan pada pemulihan antara korban, pelaku, dan masyarakat melalui pidana kerja sosial, pidana pengawasan, serta alternatif pemidanaan lainnya,” ujar Menteri Agus.

Kegiatan aksi sosial ini melibatkan 2.217 klien pemasyarakatan secara serentak di seluruh Indonesia. Mereka adalah para warga binaan yang tengah menjalani proses reintegrasi sosial, seperti melalui skema pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), maupun cuti menjelang bebas (CMB). Kegiatan dilakukan di bawah bimbingan para Pembimbing Kemasyarakatan (PK).

Menurut Agus, aksi ini bukan hanya simbolik, melainkan bagian dari strategi pemasyarakatan partisipatif dan inklusif, yang memberikan kesempatan kepada klien untuk menunjukkan kontribusi positif kepada masyarakat, serta meningkatkan rasa tanggung jawab dan kesiapan beradaptasi setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.

“Kami ingin mereka menjadi bagian dari masyarakat yang produktif. Kegiatan ini bertujuan memperkuat proses reintegrasi yang efektif dan manusiawi,” jelas Agus.

Lebih lanjut, Agus juga menekankan bahwa pembinaan terhadap klien tidak dimulai saat mereka bebas, melainkan sejak mereka berada di dalam lapas. Ia menyoroti peran balai kerja dan pelatihan kerja yang telah dikembangkan di berbagai lembaga pemasyarakatan sebagai bagian dari program nasional ketahanan pangan.

“Kami sudah mulai membangun berbagai produk dari hasil pelatihan kerja. Ini juga mendukung program Presiden di bidang ketahanan pangan,” tambahnya.

Terkait masalah overkapasitas lembaga pemasyarakatan, Agus mengungkapkan bahwa solusinya tidak hanya bergantung pada pembangunan fisik, tapi juga pada efektivitas penegakan hukum dan pemberlakuan program remisi secara aktif.

“Semakin aktif penegakan hukumnya, semakin besar peluang remisi bagi warga binaan yang berkontribusi dalam pelatihan maupun pembinaan,” terangnya.

Dalam acara yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, menegaskan bahwa KUHP baru akan membawa perubahan mendasar dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Menurutnya, orientasi baru ini mengedepankan prinsip bahwa tidak semua pelanggar hukum harus dipenjara.

“KUHP baru, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, memberikan alternatif pidana seperti pidana kerja sosial dan pengawasan. Ini bisa mengurangi overcrowding karena anggaran kita untuk membangun lapas baru sangat terbatas,” jelasnya.

Harapan Masa Depan
Dengan penerapan KUHP baru dan transformasi besar di sistem pemasyarakatan, diharapkan wajah peradilan pidana Indonesia akan semakin manusiawi, adil, dan berkelanjutan. Melalui keterlibatan aktif masyarakat dan reformasi institusi, Indonesia tengah melangkah menuju sistem hukum yang lebih modern dan berkeadilan sosial.

Menteri Imipas menutup sambutannya dengan menyerukan semangat kolaborasi lintas sektor demi menyukseskan implementasi KUHP baru secara menyeluruh dan efektif. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *