Jakarta – JAGAT BATARA. Anak pengusaha minyak terkenal Riza Chalid, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza, mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar dirinya dipindahkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Kelas 1A Jakarta Pusat. Permohonan ini disampaikan karena kondisi kesehatan Kerry yang menurun akibat penyakit pneumonia yang dideritanya selama masa penahanan.
Permohonan tersebut diungkapkan oleh pengacara Kerry, Lingga Nugraha, seusai jaksa penuntut umum (JPU) membacakan dakwaan dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
“Di sisi lain, Pak Kerry ada gangguan kesehatan, di mana kami memohon agar yang bersangkutan bisa dipindah ke Rutan Salemba 1A Jakarta Pusat,” ujar Lingga di hadapan majelis hakim.
Usai sidang, Lingga menjelaskan bahwa Kerry mengalami pneumonia bahkan sebelum persidangan dimulai. Penyakit ini sempat membuatnya demam tinggi, batuk, dan mengalami reaksi alergi.
“Dalam masa penahanan yang lalu, sebelum adanya agenda persidangan, beliau sempat mengalami gangguan kesehatan, yaitu pneumonia disertai demam, batuk, dan alergi,” jelas Lingga.
Pihak kuasa hukum berharap majelis hakim dan JPU dapat mempertimbangkan pemindahan tersebut demi kelancaran proses pengobatan dan pemulihan kesehatan kliennya.
Tak hanya untuk Kerry, tim penasihat hukum juga mengajukan permohonan pemindahan lokasi penahanan bagi dua terdakwa lain dalam kasus yang sama, yakni:
- Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan
- Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Ketiganya saat ini ditahan di lokasi berbeda:
- Kerry di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,
- Dimas di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, dan
- Gading di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK.
Lingga menilai, pemindahan ketiga kliennya ke Rutan Salemba Jakarta Pusat akan memudahkan koordinasi hukum antara tim pengacara, jaksa, serta aparat penegak hukum dalam proses persidangan dan pemeriksaan lanjutan.
“Kami berharap ketiganya bisa berada di satu lokasi yang sama untuk mempermudah proses pendampingan hukum dan pengawasan oleh pihak kejaksaan,” tambah Lingga.
Menanggapi hal tersebut, Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mempelajari aspek teknis pemindahan dan berkoordinasi lebih lanjut dengan tim penasihat hukum.
Dalam kasus ini, Kerry Adrianto Riza bersama empat terdakwa lain didakwa terlibat dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 285,1 triliun.
Lima terdakwa yang menjalani sidang pembacaan dakwaan pada Senin (13/10) adalah:
- Muhammad Kerry Adrianto Riza – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa,
- Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping,
- Agus Purwono – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional,
- Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim,
- Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Sementara itu, empat terdakwa lain telah lebih dahulu menjalani pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025), yakni:
- Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga,
- Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional,
- Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga,
- Edward Corne, VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka dalam perkara ini. Namun, berkas sembilan tersangka lainnya, termasuk Riza Chalid, belum dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus korupsi besar ini menjadi salah satu sorotan publik karena melibatkan sejumlah pejabat dan eksekutif di lingkungan BUMN energi. Persidangan pun terus berlanjut dengan fokus pada pembuktian peran para terdakwa dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang yang diduga merugikan keuangan negara triliunan rupiah. (MP)