Headlines

Purbaya Tolak Bayar Utang Whoosh Pakai APBN, Istana Tegaskan Tak Akan Gunakan Dana Negara

jumlah penumpang kereta cepat turun 169

Jakarta – JAGAT BATARA. Polemik terkait pembiayaan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) kembali mencuat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar kewajiban utang proyek yang dioperasikan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Sikap tegas Purbaya ini kemudian direspons langsung oleh pihak Istana yang membenarkan bahwa APBN tidak akan menjadi sumber pembayaran utang proyek tersebut.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pemerintah telah membahas sejumlah alternatif solusi pembiayaan agar tidak menambah beban fiskal negara.

“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk mencari skema agar beban keuangan bisa dicarikan jalan keluar,” ujar Prasetyo usai menghadiri rapat terbatas (ratas) di kediaman Presiden Prabowo Subianto di Kertanegara, Jakarta, Minggu malam (12/10).

Namun, Prasetyo menegaskan bahwa dalam rapat terbatas tersebut, isu utang proyek Whoosh tidak termasuk dalam agenda pembahasan.

“Malam ini tidak, malam ini tidak sempat. Whoosh bukan salah satu pembahasan malam ini,” katanya.

Meskipun demikian, Prasetyo menilai proyek kereta cepat Whoosh tetap memiliki manfaat strategis bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan konektivitas antara Jakarta dan Bandung. Menurutnya, pemerintah melihat proyek ini sebagai bagian dari visi jangka panjang transportasi nasional, bahkan dengan potensi pengembangan hingga ke wilayah lain di Pulau Jawa.

“Justru kita ingin itu berkembang, tidak hanya sampai Bandung. Mungkin ke depan kita berpikir untuk menghubungkan Jakarta hingga Surabaya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak keras penggunaan APBN untuk menutup utang proyek Whoosh. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab pembayaran seharusnya berada di tangan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, selaku entitas yang menaungi proyek KCIC.

“Utang KCIC dibiayai APBN? Saya belum dihubungi untuk masalah itu. Nanti begitu ada, saya sampaikan dalam jumpa pers mingguan,” kata Purbaya melalui konferensi Zoom saat menghadiri Media Gathering Kemenkeu 2025 di Novotel Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10).

Menurut Purbaya, hingga saat ini Kementerian Keuangan belum menerima pembahasan resmi terkait wacana agar sebagian utang KCIC ditanggung oleh pemerintah. Ia menilai Danantara memiliki kapasitas keuangan yang cukup kuat untuk menyelesaikan masalah tersebut tanpa harus bergantung pada dana negara.

“Sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu. Tapi kalau ini di bawah Danantara, mereka punya manajemen sendiri dan dividen rata-rata per tahun bisa mencapai Rp80 triliun atau lebih,” jelasnya.

Purbaya menegaskan bahwa pengelolaan proyek yang berada di bawah struktur korporasi seperti KCIC harus mampu mengelola kewajiban finansial secara mandiri. Pemerintah, menurutnya, tidak ingin terus menanggung beban proyek yang dijalankan secara komersial.

“Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi. Karena kalau tidak, semua beban malah kembali ke pemerintah. Jadi, ini harus jelas mana ranah swasta dan mana ranah pemerintah,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya pemisahan tegas antara tanggung jawab sektor swasta dan pemerintah dalam proyek infrastruktur berskala besar.

“Jangan kalau untung untuk swasta, tapi kalau rugi dibebankan ke pemerintah. Posisi saya sekarang, saya belum disusun oleh mereka, jadi belum tahu detailnya,” tambahnya.

Sementara itu, BPI Danantara Indonesia dikabarkan tengah menyiapkan dua opsi penyelesaian utang proyek Whoosh yang selama ini membebani neraca keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI), salah satu pemegang saham utama KCIC. Dua opsi tersebut adalah:

  1. Penyertaan modal tambahan (PMN) kepada KAI; atau
  2. Penyerahan infrastruktur kereta cepat kepada pemerintah sebagai bentuk penyelesaian kewajiban finansial.

Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) — perusahaan patungan antara konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan mitra dari Tiongkok.

Dari total kebutuhan pendanaan proyek, sekitar 75 persen berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sementara sisanya 25 persen merupakan modal dari pemegang saham, termasuk PT KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara I, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

Dengan pernyataan resmi dari Kementerian Keuangan dan Istana ini, pemerintah menegaskan komitmennya untuk tidak menggunakan APBN sebagai solusi instan, sekaligus mendorong penerapan prinsip tanggung jawab korporasi dan tata kelola keuangan yang sehat dalam setiap proyek strategis nasional. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *