Jakarta — JAGAT BATARA. Rabu, 11 Juni 2025. Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya merespons pernyataan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang menyatakan kesiapannya diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pemanggilan terhadap Nadiem akan dilakukan jika dianggap perlu oleh penyidik. Ia menegaskan bahwa keputusan untuk memanggil mantan menteri itu sepenuhnya berada di tangan tim penyidik yang menangani perkara.
“Kalau itu menjadi kebutuhan dari penyidikan ini, tentu penyidik akan menjadwal,” ujar Harli saat ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Selasa (10/6).
Harli juga menambahkan bahwa siapapun yang diduga mengetahui atau berkaitan dengan proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut, akan dipanggil untuk memberikan keterangan yang dapat membuat terang tindak pidana.
“Pihak-pihak manapun yang terkait dengan perkara ini, dapat membuat terang tindak pidana ini, penyidik akan melakukan upaya pemanggilan dan pemeriksaan,” imbuhnya.
Pernyataan kesiapan disampaikan langsung oleh Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta pada hari yang sama. Ia menyatakan komitmennya untuk mendukung proses hukum yang sedang berlangsung di Kejagung.
“Saya siap bekerja sama dan mendukung aparat penegak hukum dengan memberikan keterangan atau klarifikasi apabila diperlukan,” ujar Nadiem.
Ia menjelaskan bahwa pengadaan laptop berbasis Chromebook pada saat itu dilakukan dalam rangka mitigasi darurat pendidikan selama pandemi Covid-19. Menurutnya, langkah cepat harus diambil untuk mencegah learning loss atau hilangnya kesempatan belajar pada siswa di seluruh Indonesia.
“Kemendikbudristek harus melakukan mitigasi dengan secepat dan seefektif mungkin agar bahaya learning loss atau hilangnya pembelajaran bisa kita tekan,” tambahnya.
Dalam proses penyidikan yang tengah berjalan, Kejagung mengungkap adanya dugaan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan. Harli Siregar menjelaskan bahwa tim penyidik menemukan indikasi pengarahan secara khusus kepada tim teknis agar menyusun kajian pengadaan alat TIK berbentuk laptop berbasis Chrome OS.
“Kajian tersebut dibuat sedemikian rupa seolah-olah dibutuhkan penggunaan laptop Chromebook untuk kepentingan teknologi pendidikan,” ungkap Harli.
Namun, menurut Kejagung, hasil uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa laptop tersebut tidak efektif sebagai sarana pembelajaran. Meskipun demikian, proses pengadaan tetap dilakukan dengan dalih kebutuhan pendidikan digital.
Kasus ini merupakan bagian dari pengusutan dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan di bawah naungan Kemendikbudristek selama periode 2019 hingga 2022. Program tersebut mencakup pengadaan ratusan ribu unit Chromebook untuk sekolah-sekolah di berbagai daerah di Indonesia.
Meski belum diumumkan secara resmi besaran kerugian negara, penyidik mendalami alur pengadaan serta dugaan rekayasa kebutuhan dan spesifikasi teknis yang mengarah pada potensi praktik korupsi. (Red)