Headlines

Wamen Dikdasmen Tegaskan Proyek Laptop Rp9,9 Triliun Sudah Setop di Era Nadiem, Kejagung Terus Usut Dugaan Korupsi

Screenshot 2025 05 29 105721

Jakarta, 28 Mei 2025 — JAGAT BATARA. Dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun terus menjadi sorotan. Program yang berlangsung di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022 ini kini tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamen Dikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, memberikan penegasan penting.

Fajar menegaskan bahwa proyek pengadaan laptop tersebut sudah dihentikan sejak era kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim. Ia juga menyatakan bahwa kementerian saat ini menghormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh Kejagung.

“Kami menghormati proses yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” ujar Fajar kepada wartawan, Rabu (28/5).

Ia memastikan bahwa proyek yang kini sedang dalam penyelidikan itu tidak lagi berlanjut di era kepemimpinan saat ini. Kementerian, menurut Fajar, kini telah mengalihkan fokus pada bidang-bidang lain dalam pengembangan pendidikan.

“Itu sudah berhenti di era Menteri yang sebelumnya. Sekarang kita sudah fokus dengan bidang-bidang yang lain,” tambahnya.

Kejaksaan Agung sebelumnya mengungkapkan tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan laptop berbasis Chrome OS atau Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan pada periode 2019–2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik menemukan indikasi pemufakatan jahat dalam proses pengadaan tersebut. Salah satu bentuknya adalah pengarahan tertentu kepada tim teknis agar membuat kajian yang mendukung pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berupa laptop Chromebook dengan dalih memperkuat transformasi teknologi pendidikan.

Harli menyebut, hasil kajian tersebut disusun untuk menciptakan skenario seolah-olah kebutuhan akan Chromebook adalah mendesak dan dibenarkan secara teknis. Padahal, uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook pada tahun 2019 justru menunjukkan bahwa perangkat tersebut tidak efektif digunakan sebagai sarana pembelajaran.

“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama,” jelas Harli.

Kondisi konektivitas internet yang belum merata di berbagai daerah Indonesia menjadi alasan utama mengapa perangkat Chromebook dinilai tidak ideal untuk mendukung proses belajar mengajar di satuan pendidikan.

Total nilai proyek pengadaan laptop tersebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp9,9 triliun. Anggaran itu berasal dari dua sumber utama: sebesar Rp3,58 triliun dari dana Satuan Pendidikan dan Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Meski demikian, Kejagung menyatakan bahwa hingga kini pihaknya masih terus menghitung nilai kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh pengadaan Chromebook tersebut.

Proses penyidikan terus berjalan, dan Kejagung membuka kemungkinan adanya tersangka dalam waktu dekat setelah pengumpulan alat bukti dan perhitungan kerugian negara rampung.

Kasus ini menjadi salah satu dari rangkaian upaya penegakan hukum yang sedang difokuskan oleh Kejaksaan Agung terhadap praktik-praktik korupsi yang merugikan anggaran negara, khususnya di sektor pendidikan yang seharusnya menjadi garda depan dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *