Headlines

Tembok Pelindung Riza Chalid Mulai Retak, Pakar Hukum Apresiasi Langkah Kejagung

Screenshot 2025 07 12 131653

JAKARTA – JAGAT BATARA. Langkah berani Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menetapkan sembilan tersangka baru, termasuk M. Riza Chalid (MRC), dalam kasus dugaan korupsi minyak mentah Pertamina mendapat sorotan positif dari kalangan akademisi. Salah satunya datang dari pakar hukum Universitas Lampung (Unila), Dr. Hieronymus Soerjatisnanta.

Dosen Fakultas Hukum Unila yang akrab disapa Tisna itu menilai, Kejagung telah menunjukkan komitmen yang serius dalam upaya penegakan hukum terhadap aktor-aktor besar dalam industri energi. Menurutnya, penetapan MRC sebagai tersangka adalah langkah yang tidak mudah, karena melibatkan dinamika kekuasaan dan kepentingan politik tingkat tinggi.

“Bukan Sekadar Bukti, Tapi Pertarungan Politik”
“Pertama terkait dengan bukti. Kejaksaan mudah mendapatkan bukti untuk penetapan tersangka. Problemnya adalah problem politik,” ujar Tisna, Jumat (11/7/2025), saat menanggapi perkembangan terbaru kasus ini.

Tisna menyebut, Kejagung pasti telah mempertimbangkan secara matang segala risiko sebelum menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka. Ia menggambarkan keputusan tersebut sebagai “pertaruhan besar”, bukan dalam aspek hukum, melainkan lebih pada keberanian menghadapi tembok kekuasaan yang selama ini diyakini membentengi MRC.

“Namun sepertinya Kejagung punya keyakinan bisa menembus tembok besar yang memagari MRC. Tembok ini akan jebol dengan komitmen pemerintah, khususnya presiden,” jelasnya.

Status Tersangka, Namun Belum Ditahan
MRC, yang dikenal sebagai sosok kontroversial dalam dunia perdagangan minyak nasional, saat ini masih berada di luar negeri, tepatnya di Singapura. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung belum melakukan penahanan. Tisna menekankan bahwa status hukum MRC sudah jelas, dan seharusnya diikuti oleh tindakan hukum konkret.

“Kalau dulu Petral dibubarkan dan memunculkan pemain baru tanpa tindakan hukum, sekarang langkah Kejagung berbeda. Ini bentuk komitmen Kejagung sebagai lembaga negara yang punya kewenangan menegakkan hukum,” ujarnya.

Waspadai Manuver Politik dan Opini Publik Buatan
Meski demikian, Tisna mengingatkan bahwa perjuangan Kejagung belum selesai. Ia menyoroti pentingnya dukungan publik dan pengawalan dari masyarakat sipil terhadap proses hukum yang tengah berlangsung. Ia mencontohkan kasus dugaan suap yang melibatkan Marcella dalam perkara CPO, di mana pelaku justru membangun opini publik melalui strategi komunikasi yang dibiayai untuk melemahkan proses hukum.

“Ini sebuah bentuk perlawanan dari para koruptor. MRC punya kemampuan untuk itu,” tegas Tisna.

Ia menyayangkan sikap sebagian kelompok masyarakat sipil yang menurutnya masih bersikap pasif terhadap kasus besar ini. Padahal, menurutnya, penetapan Riza Chalid sebagai tersangka adalah langkah luar biasa yang semestinya mendapat perhatian dan dukungan luas.

“Persoalannya, civil society sepertinya juga adem ayem. Padahal penetapan MRC ini kan luar biasa. Hal yang penting bagaimana komitmen kejaksaan ini bisa kita jaga,” tandasnya.

Harapan Terbuka untuk Penegakan Hukum yang Berani
Dengan makin menguatnya posisi Kejagung dalam kasus ini, Tisna menilai bahwa penegakan hukum terhadap elite-elite bisnis yang selama ini dianggap tak tersentuh sudah mulai menunjukkan hasil. Namun, keberhasilan tersebut akan sangat tergantung pada sejauh mana publik ikut menjaga komitmen dan keberanian Kejagung agar tidak kandas di tengah jalan.

Kejagung sendiri masih melanjutkan penyidikan dan berjanji akan menuntaskan kasus ini hingga ke akar. Sementara masyarakat kini menunggu, apakah MRC akhirnya benar-benar bisa dihadirkan ke meja hijau—dan apakah tembok pelindung yang selama ini memagari kekuasaannya benar-benar akan runtuh. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *