Bandung – JAGAT BATARA. Senin, 2 Desember 2024. Pada tanggal 1 Desember 2024, awak media melaporkan perkembangan signifikan dalam persidangan perkara perdata nomor 578/Pdt.G/2023/PN.Bdg yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bandung. Perkara ini melibatkan penggugat ahli waris Rd. Moch. Nurhadi bin Adiwangsa yang menggugat sejumlah tergugat terkait sengketa tanah yang terletak di Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Bandung. Tergugat dalam perkara ini antara lain adalah ahli waris Ir. Djohar Hayat, almarhum Khokahie, Irwan Gunawan Djongso, Johan Indrachman (Indra), Kelurahan Cipamokolan, Camat Rancasari, BPN/ATR Kota Bandung, dan Notaris.
Majelis Hakim yang menangani perkara ini dipimpin oleh Bayu Seno Maharto, SH, MH. Pokok permasalahan yang diangkat adalah terkait kepemilikan tanah dengan luas total 10.350 m² yang tercatat dalam Kohir C. 547 atas nama Rd. Moch. Nurhadi bin Adiwangsa. Sebagian dari tanah tersebut, yakni seluas 5.800 m², sudah terdaftar dengan dua sertifikat hak milik (SHM) nomor 574 dan 575 yang terbit pada tahun 1986 atas nama Ir. Djohar Hayat. Sertifikat SHM nomor 574 memiliki luas 1.120 m², sementara sertifikat SHM nomor 575 memiliki luas 4.800 m², keduanya dikeluarkan oleh BPN Kabupaten Bandung.
Namun, terdapat ketidaksesuaian yang mencolok antara tanah yang tercatat dalam Kohir C. 547 dengan sertifikat-sertifikat tersebut. Agus Suhendar (62), warga Kelurahan Cipamokolan, yang tinggal di atas tanah milik Nurhadi sejak tahun 1990, mengungkapkan bahwa tanah tersebut sudah dikuasai oleh keluarganya lebih dari 50 tahun, yakni sejak ayahnya, Ajat, mulai menjaga tanah itu pada tahun 1980 hingga meninggal pada 2018. Pada tahun 2001, Ajat dilaporkan ke Polda Jawa Barat oleh Ir. Djohar Hayat atas tuduhan penyerobotan, namun laporan tersebut tidak pernah berlanjut.
Agus menegaskan bahwa sertifikat SHM nomor 574 yang berasal dari C. 1940 dan sertifikat SHM nomor 575 yang berasal dari C. 3157 tidak terkait dengan Kohir C. 547 yang terdaftar atas nama Nurhadi. “Sertifikat yang diterbitkan jauh berbeda dengan tanah yang sudah saya kuasai selama puluhan tahun, dan mengapa baru pada tahun 2023 muncul surat terkait tanah ini?” ujar Agus mempertanyakan.
Kuasa hukum penggugat, HR. Irianto Marpaung, SH, juga menyampaikan pandangannya dalam persidangan. Menurut Marpaung, dalam jawabannya, BPN Kota Bandung melalui kuasanya dalam sidang E-Court hanya memberikan penjelasan terbatas tentang SHM nomor 575 atas nama Ir. Djohar Hayat. Penjelasan itu hanya mencakup asal-usul sertifikat yang tercatat berdasarkan Kohir C. 3157 pada tahun 1986, dengan luas tanah 4.980 m², yang konon beralih hak melalui akta jual beli pada 1984. Namun, Marpaung menilai bahwa BPN Kota Bandung terkesan mengabaikan dan menutupi informasi mengenai sertifikat lainnya, termasuk yang atas nama Khokahie, Irwan Gunawan Djongso, serta Johan Indrachman (Indra).
Pada persidangan yang berlangsung pada 20 November 2024, saksi Shendy Pranoordy, anak dari Doddy Heriadi, menjelaskan bahwa ayahnya tidak pernah mengenal Ir. Effendi Ermadi, apalagi memberikan kuasa untuk menjual atau menandatangani akta jual beli tanah yang terkait dengan sengketa ini. Shendy menjelaskan bahwa tanah yang berada di sebelah tanah sengketa tersebut memang pernah dibeli oleh Ir. Djohar Hayat, namun transaksi tersebut hanya berupa PPJB yang dilakukan di hadapan Notaris Sri Sugijarti Hartoyo pada 1987, dan baru dilunasi sebagian pada 1987 dengan uang panjar sebesar Rp 15 juta. Sisa pembayaran sebesar Rp 60 juta seharusnya dilakukan setelah penggabungan enam sertifikat menjadi SHM 643, namun pembayaran tersebut tidak pernah terlaksana.
Selanjutnya, sertifikat SHM nomor 575 di Desa Cipamokolan dimatikan dan digantikan dengan sertifikat baru, yaitu SHM nomor 4532 yang terdaftar pada tanggal 29 April 2002 atas nama Ir. Djohar Hayat. Sertifikat ini kemudian beralih kepada Anugerah Djohar dan Rangga Djohar berdasarkan surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh Camat Kebayoran Lama pada 3 Oktober 2006. Pada 16 November 2022, sertifikat tersebut beralih lagi kepada Dr. Iman Rahayu, Magister Saints, melalui akta jual beli yang disahkan oleh PPAT Dian Gandirawati pada 26 Desember 2022 dan tercatat pada 5 Januari 2023.
Namun, pengacara penggugat, Marpaung, mempertanyakan kejelasan status sertifikat SHM nomor 574 dan sertifikat atas nama Khokahie, Irwan Gunawan Djongso, serta Johan Indrachman. Dalam jawaban gugatan, BPN Kota Bandung tidak memberikan penjelasan yang jelas mengenai keberadaan atau data terkait sertifikat tersebut, yang semakin menambah ketidakpastian dalam perkara ini.
Di luar ruang persidangan, warga Cipamokolan berinisial D (63) mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja BPN/ATR Kota Bandung. “Masyarakat Cipamokolan menunggu kerja nyata Menteri BPN/ATR Nusron Wahid untuk membersihkan institusi yang dipimpinnya, karena banyak oknum BPN yang diduga terlibat dalam praktik mafia tanah yang jelas merugikan warga kecil,” ujar D. Ia juga mendesak agar Satgas Mafia Tanah lebih aktif mengusut tuntas kasus-kasus pertanahan yang belum ada tindak lanjutnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, dengan harapan masyarakat agar keadilan dapat ditegakkan dalam sengketa tanah yang melibatkan banyak pihak ini. Masyarakat menunggu hasil akhir persidangan yang dapat memberikan solusi yang adil dan transparan. (Sam)