Kab. Sukabumi – JAGAT BATARA. Kamis, 24 Oktober 2024 – Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) di RSUD PL Ratu pada tahun 2024 semakin memanas. Menurut informasi yang dihimpun oleh tim media, para dokter pengguna—baik spesialis maupun umum—menolak menerima Alkes yang telah disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yayat Sahabat SKM melalui e-Katalog. Penolakan ini disebabkan oleh ketidakcocokan spesifikasi barang yang diterima dibandingkan dengan kesepakatan yang telah dibahas sebelumnya dengan Direktur RSUD PL Ratu.
Anggaran untuk pengadaan Alkes ini bersumber dari dana DAK tahun 2024, dengan total mencapai Rp 30.088.019.008 untuk 202 unit alat. Namun, di balik angka tersebut, terungkap adanya pembagian anggaran yang mencurigakan. Seorang narasumber berinisial (U) mengungkapkan bahwa Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi (AS) diduga membagi anggaran senilai Rp 25 miliar, di mana sebagian diperuntukkan bagi Bupati, dan anggota DPRD berinisial (F) terlibat dalam proses tersebut. Dari total anggaran, hanya Rp 17 miliar yang terserap, dengan sisa Rp 5 miliar sebagai komitmen fee untuk menutupi kerugian negara akibat kasus Covid yang tengah ditangani di Pengadilan Tipikor.
Meskipun kabar menyebutkan bahwa Alkes telah diterima oleh RSUD PL Ratu, dokter pengguna tetap menolak untuk memanfaatkan alat tersebut. Sementara itu, distributor yang mengirimkan barang telah mengajukan tagihan untuk pembayaran, namun hingga saat ini, RSUD PL Ratu belum melakukan pembayaran.
Seorang praktisi hukum yang enggan disebutkan namanya menggambarkan situasi ini sebagai “makan buah simalakama”, mencerminkan dilema yang dihadapi. “Jika pembayaran dilakukan, berarti barang dibeli tetapi tidak digunakan, ini jelas merugikan keuangan negara. Di sisi lain, jika pembayaran ditunda, RSUD PL Ratu akan menghadapi tuntutan dari pengusaha,” ujarnya.
Kondisi ini menunjukkan perlunya tindakan bijaksana dalam mengambil keputusan agar semua pihak dapat mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Dengan situasi yang semakin rumit ini, harapan untuk penyelesaian yang adil dan transparan menjadi semakin mendesak. (Skm)