Jakarta – JAGAT BATARA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat adanya penurunan produksi rokok nasional hingga Juli 2025 sebesar 3,3%. Kondisi ini dipengaruhi oleh fenomena down trading, yakni pergeseran konsumsi masyarakat dari rokok premium ke jenis rokok dengan harga lebih murah.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Djaka Budhi Utama, menjelaskan bahwa meskipun terjadi penurunan produksi, tren tersebut masih tergolong terkendali. Hal ini disebabkan tidak adanya penyesuaian tarif cukai hasil tembakau yang diberlakukan pemerintah pada tahun 2025.
“Produksi tembakau menunjukkan tren terkendali meski pada 2025 tidak terjadi penyesuaian tarif cukai. Di samping itu, terdapat fenomena down trading, khususnya pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin ke sigaret kretek tangan atau rokok dengan harga lebih murah,” kata Djaka dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Kamis (11/9/2025).
Meski produksi menurun, penerimaan cukai justru mencatatkan kenaikan. Hingga Juli 2025, realisasi setoran cukai tembakau mencapai Rp126,85 triliun, atau tumbuh 9,26% secara tahunan (year on year). Menurut Djaka, kenaikan ini dipengaruhi kebijakan normalisasi penundaan pelunasan cukai yang kembali dipersingkat dari 3 bulan menjadi 2 bulan.
Selain mengawasi produksi, DJBC juga meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Djaka mengungkapkan, hingga tahun ini pihaknya telah melakukan 15.757 kali penindakan kepabeanan dan cukai dengan nilai barang mencapai Rp3,9 triliun. Mayoritas kasus yang ditangani merupakan pelanggaran terkait produksi hasil tembakau ilegal.
“Beberapa penindakan besar yang dilakukan antara lain penggagalan penyelundupan 2 ton sabu hasil kolaborasi DJBC, BNN, TNI AL, dan Polri. Kami juga menggagalkan ekspor ilegal 49,9 ton pasir timah ke Malaysia, serta menangani tiga kasus penyelundupan rokok ilegal dengan total barang bukti mencapai 75,1 juta batang,” jelasnya.
Data ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan produksi akibat pergeseran konsumsi, penerimaan negara dari sektor cukai tetap terjaga berkat optimalisasi kebijakan dan pengawasan ketat terhadap praktik ilegal. (MP)