Bandung – JAGAT BATARA. Jumat, 4 Juli 2025. Rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk menambah jumlah rombongan belajar (rombel) di sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri dari semula 36 menjadi 50 siswa per kelas memicu perdebatan di kalangan pemerhati pendidikan. Meski menuai keberatan dari sejumlah pihak, terutama sekolah swasta dan Forum Kepala Sekolah SMA (FKSS), kebijakan ini mendapat dukungan penuh dari Komisi V DPRD Jawa Barat.
Anggota Komisi V DPRD Jabar, Hasbullah Rahmad, menyampaikan bahwa polemik yang berkembang seharusnya tidak menjadikan sekolah swasta hanya fokus pada aksi penolakan. Menurutnya, sekolah swasta justru perlu melakukan introspeksi dan pembenahan kualitas layanan agar tetap menjadi pilihan bagi masyarakat.
“Lebih baik fokus ke peningkatan kualitas daripada mempersoalkan ini. Sekolah swasta sekarang harus introspeksi diri,” ujar Hasbullah, Jumat (4/7/2025). Ia menekankan bahwa sekolah yang berkualitas akan tetap diminati, tidak peduli di mana lokasinya. “Kalau sekolahnya bagus, kan orang datang. Walaupun di pinggir gunung, misalnya, orang tetap akan datang,” tegasnya.
Hasbullah menilai, agar tetap bersaing, sekolah swasta harus memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri. “Misalnya ekstrakurikulernya bagus, siswa baru akan datang dengan sendirinya. Tapi kalau kualitasnya jauh, fasilitas tidak memadai, gurunya sedikit, ya orang enggak mau sekolah di situ,” imbuhnya.
Ia juga menampik kekhawatiran bahwa penambahan rombel di sekolah negeri akan menggerus jumlah siswa di sekolah swasta. “Populasi Jawa Barat hampir 50 juta jiwa, dan jumlah sekolah negeri saat ini belum mampu sepenuhnya melayani kebutuhan pendidikan. Tidak mungkin semua siswa bisa tertampung di sekolah negeri,” tegas Hasbullah.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Purwanto, menegaskan bahwa penambahan rombel dilakukan sebagai langkah untuk memaksimalkan pelayanan pendidikan publik, khususnya bagi siswa yang ingin mengakses sekolah negeri.
“Kami ingin memaksimalkan pelayanan, terlebih apabila anak-anak ingin ke sekolah negeri, harus dilayani,” kata Purwanto.
Menurut data yang disampaikan Purwanto, daya tampung sekolah negeri di Jawa Barat saat ini baru sekitar 329 ribu siswa, sedangkan lulusan SMP setiap tahun mencapai lebih dari 700 ribu siswa. Artinya, lebih dari separuh lulusan SMP tetap akan masuk ke sekolah swasta.
“Kan, daya tampung sekolah negeri tidak cukup, sehingga separuh lulusan SMP tetap masuk ke sekolah swasta,” jelasnya.
Dengan begitu, ia menegaskan bahwa keberadaan sekolah swasta tetap krusial dalam sistem pendidikan di Jawa Barat, dan kebijakan ini bukan bentuk penggeseran peran, melainkan bagian dari strategi pemenuhan hak pendidikan warga.
Kebijakan ini diperkirakan akan terus menjadi bahan diskusi antara pemerintah daerah, sekolah negeri, sekolah swasta, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya dalam rangka mencari keseimbangan antara pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan di Jawa Barat. (Red)