Konawe Selatan – JAGAT BATARA. Senin, 18 November 2024. Guru Supriyani, seorang pendidik honorer yang sempat terjerat kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang murid, kini merasakan “nasib mujur” setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan tuntutan bebas atas dirinya. Sebuah langkah yang diharapkan dapat mengakhiri drama hukum yang telah berlangsung berlarut-larut. Tak hanya itu, dukungan moral serta materiil untuk Supriyani terus mengalir, menggambarkan solidaritas yang kuat dari sesama tenaga pendidik dan masyarakat.
Penggalangan Donasi oleh PGAI: Solidaritas dari Sesama Guru
Dukungan terbaru datang dari Pengurus Besar Persatuan Guru Agama Islam (PB PGAI), yang dengan sigap menggalang donasi untuk membantu guru Supriyani yang tengah berjuang menghadapi proses hukum. Ketua Umum PB PGAI, Fauzi Bahar, mengungkapkan bahwa donasi terkumpul sebesar Rp 7.070.000, yang berasal dari sumbangan para guru di seluruh Indonesia, termasuk guru honorer.
“Para guru sangat prihatin dengan nasib Ibu Supriyani, dan mereka mendesak agar kami memberikan dukungan materiil. Dana yang terkumpul sebesar Rp 7.070.000 ini adalah hasil solidaritas yang luar biasa,” ungkap Fauzi Bahar, yang juga menekankan pentingnya peran guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Ia juga menambahkan, bahwa dana ini dikumpulkan dalam waktu kurang dari satu minggu, dan ia berharap gerakan solidaritas ini dapat menginspirasi sekolah-sekolah lain, baik negeri maupun swasta, untuk turut serta dalam mendukung serta menegakkan keadilan bagi guru Supriyani.
PGAI Serukan Penghargaan Lebih untuk Guru
Fauzi Bahar juga menyampaikan keprihatinannya atas situasi yang dihadapi oleh guru Supriyani dan menyerukan agar perhatian serta penghargaan terhadap guru, terutama yang berstatus honorer, lebih diperhatikan. Dalam kesempatan tersebut, ia memohon kepada Presiden dan Wakil Presiden untuk segera mengangkat guru honorer yang telah mengabdi lebih dari sepuluh tahun menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), agar mereka mendapatkan status yang lebih jelas dan perlindungan yang lebih baik.
“Semoga momentum Hari Guru Nasional yang akan diperingati pada 25 November mendatang menjadi pengingat bagi kita semua untuk menghargai para guru dan memberikan penghormatan kepada mereka,” kata Fauzi Bahar.
Pendapat Para Tokoh Pendidikan: Keprihatinan dan Panggilan untuk Kolaborasi
Wakil Ketua Umum PGAI, Eka Putra Wirman, yang juga seorang akademisi dan guru besar, mengungkapkan rasa simpati mendalam terhadap Supriyani. Menurutnya, guru dan dosen adalah profesi mulia yang layak mendapatkan apresiasi lebih, baik dari masyarakat maupun pemerintah. Ia berharap kejadian yang menimpa Supriyani dapat menjadi peringatan dan pelajaran agar tidak terulang lagi di masa depan.
“Kejadian ini seharusnya menjadi titik balik bagi kita semua, untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi situasi yang melibatkan pendidikan. Kita tidak boleh sampai memunculkan ketidakadilan terhadap guru yang hanya ingin mengajar dan memberikan yang terbaik untuk anak didiknya,” tegas Eka Putra.
Sementara itu, perwakilan dari SD Adabiah, Depi Barnas, yang turut mendukung aksi solidaritas ini, menegaskan bahwa sebanyak 20 dari 36 guru di sekolahnya masih berstatus honorer. Meskipun dengan penghasilan terbatas, mereka turut menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk membantu guru Supriyani. “Kami berharap penegakan hukum terhadap Ibu Supriyani benar-benar dilakukan dengan adil, dan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap guru,” kata Depi Barnas.
Kasus Hukum Supriyani: Siap Menghadapi Pelaporan Balik
Dari sisi hukum, Andri Darmawan, kuasa hukum Supriyani, menyatakan bahwa pihaknya akan terus berjuang untuk membela hak-hak kliennya yang telah dirugikan secara psikologis dan sosial. Menurut Andri, meskipun Supriyani sudah dituntut bebas, perjuangannya belum selesai. Ia dan timnya tengah mempersiapkan pelaporan balik terhadap pihak-pihak yang telah menjadikan Supriyani tersangka dan membawanya ke persidangan.
“Kerugian yang dialami Ibu Supriyani belum terbalaskan. Ia mengalami tekanan mental yang luar biasa, bahkan sempat dipenjarakan. Jika pihak-pihak yang telah berkonspirasi untuk menjeratnya tidak mendapatkan sanksi, maka ini akan menjadi ketidakadilan yang besar,” tegas Andri Darmawan.
Sebelumnya, Supriyani sempat dilaporkan oleh anggota polisi Aipda Wibowo Hasyim atas tuduhan menganiaya anaknya. Kasus ini semakin rumit ketika diketahui bahwa Supriyani diminta untuk membayar uang damai sebesar Rp 50 juta oleh Kapolsek Baito, M Idris. Namun, setelah penyelidikan, baik Kapolsek maupun anggota Polsek Baito yang terlibat dalam kasus tersebut dicopot dari jabatannya.
Sidang Putusan di Depan Mata: Keputusan Hakim Menjadi Titik Kritis
Sidang putusan untuk kasus yang menimpa Supriyani dijadwalkan pada 25 November 2024. Semua pihak kini menanti keputusan majelis hakim, yang diharapkan dapat menuntaskan kasus ini dengan adil. “Kami tinggal menunggu putusan majelis hakim pada tanggal 25 November nanti,” kata Andri Darmawan, menegaskan bahwa pihaknya siap melangkah lebih lanjut, termasuk pelaporan balik jika Supriyani memperoleh vonis bebas.
Sementara itu, para guru dan pihak-pihak yang mendukung Supriyani berharap bahwa kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya melindungi para pendidik dari segala bentuk kriminalisasi yang tidak adil. Dalam hal ini, keberpihakan terhadap guru dan penegakan hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik.
Akhir Kata: Sebuah Peringatan Bagi Semua
Perjuangan guru Supriyani menjadi simbol dari perlawanan terhadap ketidakadilan dan penguatan hak-hak guru di Indonesia. Kasus ini menegaskan pentingnya perlindungan hukum yang memadai bagi pendidik agar mereka dapat bekerja dengan tenang dan tanpa rasa takut akan ancaman hukum yang tidak berdasar. Semua pihak diharapkan dapat berkolaborasi untuk menjaga marwah profesi guru dan menegakkan keadilan yang sejati. (Red)