Headlines

Muzani Pimpin Pimpinan MPR Temui Ketua MA: Bahas Penegakan Hukum dan Mediasi sebagai Solusi Sengketa

Screenshot 2025 07 12 120100

JAKARTA – JAGAT BATARA. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Ahmad Muzani, memimpin langsung kunjungan resmi ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia pada Jumat siang, 11 Juli 2025. Kunjungan yang berlangsung secara tertutup selama hampir dua jam ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus diskusi strategis antar dua lembaga tinggi negara.

Ahmad Muzani didampingi oleh dua Wakil Ketua MPR RI, yakni Rusdy Kirana dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Mereka disambut langsung oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. Sunarto, di Gedung MA, Jakarta Pusat.

Dalam konferensi pers usai pertemuan, Muzani menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan kunjungan balasan atas kedatangan Ketua MA ke kantor MPR beberapa waktu lalu. Namun, silaturahmi ini tidak hanya bersifat seremonial, melainkan juga diisi dengan pembahasan dua hal penting dalam konstruksi hukum nasional.

Topik utama dalam pembahasan adalah komitmen bersama terhadap penegakan hukum yang menjunjung tinggi rasa keadilan masyarakat dan hak asasi manusia. Muzani menegaskan, MPR dan MA sepakat bahwa ke depan hukum Indonesia harus semakin berpihak kepada keadilan substantif, bukan semata prosedural.

“Alhamdulillah, kami berdiskusi tentang berbagai persoalan hukum. Dalam hal ini, kami menyepakati pentingnya konstruksi hukum ke depan yang lebih kuat, termasuk yang berpihak kepada penegakan hak-hak asasi manusia agar rasa keadilan benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat,” ujar Muzani.

Isu kedua yang menjadi sorotan adalah peran mediasi dalam penyelesaian perkara hukum. Menurut Muzani, selama ini penyelesaian melalui jalur mediasi masih jarang dimanfaatkan, padahal mekanisme ini diakui dalam sistem hukum Indonesia dan berpotensi besar mengurangi beban perkara di pengadilan, khususnya di Mahkamah Agung.

“Penyelesaian hukum melalui mediasi adalah sesuatu yang dimungkinkan dalam sistem hukum kita. Namun, faktanya mediasi masih belum banyak dipilih. Padahal, jika ini didorong sebagai alternatif penyelesaian hukum, maka beban perkara, termasuk sengketa yang masuk ke Mahkamah Agung, bisa dikurangi secara signifikan,” jelas Muzani.

Ia menambahkan bahwa mengedepankan mediasi tidak hanya efisien, tetapi juga memberi ruang bagi penyelesaian sengketa yang lebih harmonis dan manusiawi.

Selain dua isu utama tersebut, Muzani juga menyinggung pentingnya relasi antar lembaga negara yang sehat dan saling menghormati. Ia menyampaikan bahwa sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan, MPR dan MA harus senantiasa menjaga keharmonisan dalam menjalankan fungsi dan kewenangan masing-masing sebagaimana diatur dalam konstitusi.

“Kita sebagai lembaga negara harus saling menghormati hak dan kewenangan sesuai yang sudah diamanatkan dalam UUD 1945. Ini penting untuk menjaga stabilitas institusional dan menjamin kepercayaan publik terhadap sistem ketatanegaraan kita,” ungkapnya.

Pertemuan antara pimpinan MPR dan Ketua MA ini menandai bentuk sinergi yang konstruktif antara lembaga legislatif dan yudikatif. Diskusi yang berlangsung tertutup namun sarat makna ini diharapkan mampu mendorong reformasi hukum ke arah yang lebih berpihak pada keadilan, efisiensi, dan kemanusiaan.

Dengan mengangkat pentingnya pendekatan mediasi serta penegakan hukum yang berorientasi pada hak asasi manusia, MPR dan MA menunjukkan kepedulian bersama terhadap kondisi sistem hukum di Tanah Air. Kolaborasi seperti ini dinilai penting untuk menjawab tuntutan masyarakat terhadap sistem hukum yang lebih adil, cepat, dan solutif. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *