Jakarta Selatan – JAGAT BATARA. Senin, 18 November 2024. Kuasa hukum Duta Palma Grup, Handika Honggowongso, mengajukan permohonan kepada Kejaksaan Agung untuk menjalankan proses hukum yang adil dan proporsional terkait dengan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan sejumlah perusahaan sawit, termasuk Duta Palma. Handika menegaskan, penting bagi Kejaksaan Agung untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang akan ditimbulkan bagi ribuan karyawan yang menggantungkan hidup pada perusahaan tersebut, terutama setelah penyitaan aset dan uang yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung.
“Apabila seluruh proses bisnis Duta Palma dan pihak terafiliasi dianggap sebagai bagian dari skema pencucian uang, dengan penyitaan uang tunai dan pemblokiran rekening perusahaan, kami mohon Kejaksaan Agung untuk mempertimbangkan nasib 23.000 karyawan yang menghidupi ratusan ribu keluarga mereka,” ujar Handika dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (16/11/2024).
Ancaman PHK Massal akibat Penyitaan Aset
Handika menjelaskan, setelah penetapan tersangka terhadap sejumlah pihak yang terafiliasi dengan Duta Palma, perusahaan mengalami guncangan luar biasa yang berpotensi menyebabkan kegagalan operasional besar-besaran. Penyitaan aset dan uang yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, menurutnya, bisa berujung pada terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran jika tidak ada solusi yang bijaksana.
“Dengan kondisi yang terus tertekan, tidak menutup kemungkinan akan ada PHK massal. Jika hal ini terjadi, maka nasib 23.000 pegawai, yang sebagian besar adalah pekerja lapangan dan bagian dari sektor agribisnis, akan terancam. Ini tentu saja akan berdampak negatif tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada perekonomian keluarga mereka,” kata Handika, yang juga menegaskan bahwa Duta Palma grup merupakan salah satu kelompok usaha yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian daerah.
Keadilan dalam Pendekatan Hukum: Kenapa Denda Tidak Dipertimbangkan?
Lebih lanjut, Handika mengungkapkan keheranannya karena sejumlah perusahaan sejenis yang menghadapi masalah serupa justru diproses melalui mekanisme pembayaran denda administratif, sementara Duta Palma Grup diperlakukan berbeda dengan proses pidana yang lebih berat. Ia menyoroti adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum, di mana perusahaan-perusahaan sawit lain yang terlibat dalam sengketa lahan dan kawasan hutan dapat menyelesaikan masalah mereka dengan membayar denda yang diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Ada ribuan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di kawasan hutan, dan mereka bisa menyelesaikan masalah administrasi mereka melalui pembayaran denda, seperti dana reboisasi dan PSPH (Pungutan Sumber Daya Hutan). Kenapa Duta Palma tidak bisa menempuh jalur yang sama? Padahal, kami sudah memenuhi kewajiban untuk membayar denda administratif sebesar sekitar 3 triliun rupiah sesuai ketentuan Pasal 110 huruf a dan 110 huruf b UU Cipta Kerja,” ungkap Handika.
Menurut Handika, jika mekanisme penyelesaian sengketa melalui denda administrasi diberlakukan, perusahaan dapat menghindari potensi dampak sosial yang lebih besar, seperti PHK massal dan kerugian yang lebih luas bagi masyarakat pekerja. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk memajukan industri kelapa sawit secara lebih berkelanjutan, dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan.
Penyitaan Uang Korupsi Duta Palma: Rp 301,9 Miliar Disita Kejaksaan Agung
Sementara itu, Kejaksaan Agung terus mengusut kasus korupsi yang melibatkan Duta Palma Grup, yang kini telah memasuki tahap penyitaan sejumlah aset. Terbaru, pada Selasa (12/11/2024), penyidik Kejaksaan Agung menyita uang tunai sebesar Rp 301,9 miliar yang diduga terkait dengan praktik korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh PT Duta Palma dan perusahaan afiliasinya, termasuk Yayasan Darmex. Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya besar-besaran Kejaksaan Agung dalam memberantas praktik kejahatan keuangan yang melibatkan korporasi besar.
Penyidik juga telah menetapkan PT Darmex sebagai tersangka dalam kasus ini, dan menyangka mereka dengan Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), junto Pasal 255 Ayat 1 ke-1 KUHP. Selain PT Darmex, penyidik juga menetapkan empat perusahaan sawit lainnya sebagai tersangka korporasi dalam kasus ini, yaitu PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani. Kelima perusahaan tersebut dijerat dengan pasal-pasal yang sama terkait tindak pidana pencucian uang.
Dua Perusahaan Tersangka Pencucian Uang: PT Asset Pacific dan PT Darmex
Lebih lanjut, Kejaksaan Agung juga mengidentifikasi dua perusahaan lain yang disangkakan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dalam kasus ini, yakni PT Asset Pacific dan PT Darmex Plantations. Kedua perusahaan ini juga dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Penetapan status tersangka terhadap perusahaan-perusahaan tersebut semakin menegaskan bahwa Kejaksaan Agung serius dalam mengusut kasus ini, yang melibatkan banyak perusahaan besar dengan potensi kerugian negara yang signifikan.
Harapan Kuasa Hukum: Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Di tengah proses hukum yang berlangsung, Handika Honggowongso berharap agar Kejaksaan Agung tetap memegang prinsip keadilan dalam setiap langkah penegakan hukum, mengingat besarnya dampak yang ditimbulkan bagi ribuan karyawan dan keluarga mereka. Ia juga menekankan bahwa keberlanjutan bisnis Duta Palma, serta upaya penyelesaian masalah secara administratif, bisa menjadi alternatif yang lebih bijaksana daripada penyitaan aset yang justru dapat memicu dampak sosial yang lebih luas.
“Kami berharap Kejaksaan Agung dapat menilai dengan bijak situasi yang ada, dan tidak hanya mengutamakan aspek hukum semata. Keadilan harus menjadi dasar utama dalam setiap langkah, agar tidak ada pihak yang terzalimi, terutama para karyawan yang tidak terlibat dalam kasus ini,” tutup Handika.
Proses hukum dalam kasus korupsi dan pencucian uang Duta Palma Grup ini terus berlanjut, dengan berbagai upaya penyitaan aset dan penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Publik menantikan perkembangan lebih lanjut mengenai apakah perusahaan tersebut dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya melalui mekanisme administrasi atau apakah mereka akan tetap menghadapi hukuman pidana yang lebih berat. (Red)