BENGKULU – JAGAT BATARA. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu melalui Bidang Pidana Khusus (Pidsus) resmi menahan Direktur Utama PT Tigadi Lestari, Kurniadi Benggawan, pada Selasa, 27 Mei 2025. Penahanan dilakukan tak lama setelah Kurniadi tiba di Bengkulu. Ia langsung dititipkan di Rutan Kelas IIB Bengkulu untuk masa penahanan sementara selama 20 hari ke depan.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari penyidikan kasus dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam pengelolaan Mega Mall Bengkulu yang telah berlangsung sejak tahun 2007.
“Tersangka merupakan otak dari kasus kebocoran PAD Mega Mall. Untuk itu hari ini kami pulangkan ke Bengkulu guna memudahkan proses hukum selanjutnya,” ujar Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo SH MH, mewakili Kepala Kejati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar SH MH.
Seiring dengan penahanan tersangka, penyidik Kejati Bengkulu juga melakukan penggeledahan di rumah pribadi Kurniadi yang berlokasi di Perumahan Pertama Hijau, Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari hasil penggeledahan, sejumlah barang bukti penting berhasil diamankan.
Barang-barang yang disita antara lain:
- Barang bukti elektronik
- Dokumen penting
- Barang tidak bergerak
- Uang tunai
- Aset milik pribadi Kurniadi
“Penggeledahan sudah dilakukan kemarin. Sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai dan aset milik tersangka, kami sita,” ungkap Danang.
Langkah penyitaan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk mengungkap keterlibatan Kurniadi serta mengganti kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan korupsi.
Kasus kebocoran PAD Mega Mall bukan perkara baru. Sejak tahun 2007, penyidik menemukan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan aset terkait mall tersebut. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah, jauh lebih besar dari perkiraan awal yang hanya puluhan miliar.
Menurut penyidik, penyitaan barang dan aset berharga milik tersangka bertujuan untuk menutup kerugian negara akibat tindakan korupsi yang dilakukan selama bertahun-tahun.
“Aset hingga barang berharga disita untuk kepentingan penyidikan,” tegas Danang.
Masalah bermula dari perubahan status lahan Mega Mall. Pada 2004, lahan yang awalnya berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) diubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Sertifikat tersebut kemudian dipecah menjadi dua, masing-masing untuk Mega Mall dan Pasar Tradisional Modern (PTM).
Tak lama kemudian, SHGB digadaikan ke perbankan, namun mengalami kredit macet. Untuk menutup utang, pengelola kembali menggadaikan sertifikat ke bank lain dan bahkan berutang ke pihak ketiga. Akibatnya, bangunan Mega Mall terancam disita oleh kreditur.
Ironisnya, sejak perjanjian pengelolaan dimulai, pengelola tidak pernah menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Pemerintah Kota Bengkulu. Hal ini menjadi salah satu faktor utama dalam kebocoran PAD yang kini menjerat Kurniadi Benggawan ke ranah hukum.
Kejati Bengkulu menegaskan akan terus mendalami kasus ini hingga ke akar-akarnya dan memastikan seluruh pihak yang terlibat turut dimintai pertanggungjawaban hukum. Penahanan Kurniadi disebut sebagai langkah penting menuju penyelesaian kasus korupsi besar yang telah merugikan keuangan daerah selama hampir dua dekade. (Red)