Jakarta — JAGAT BATARA, Minggu 15 Juni 2025. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menguak babak baru dalam pengusutan kasus korupsi besar di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua. Setelah sebelumnya menjerat mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, kini KPK mendalami dugaan penggunaan dana operasional kepala daerah untuk pembelian jet pribadi mewah.
Namun, keberadaan jet yang diduga dibeli dari hasil korupsi itu masih menjadi misteri. Hingga kini, KPK belum mengungkap secara pasti lokasi pesawat tersebut, meskipun sejumlah informasi telah berhasil dikumpulkan.
Jet pribadi tersebut diduga dibeli menggunakan dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua periode 2020–2022. Penyidikan ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi Lukas Enembe yang merugikan keuangan negara hingga Rp 1,2 triliun.
Dalam pengembangan kasus, KPK menetapkan Deus Enumbi (DE), Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, sebagai tersangka. Ia diduga kuat melakukan perbuatan korupsi tersebut bersama-sama dengan Lukas Enembe.
Tak hanya melibatkan pejabat dalam negeri, KPK juga menyebut keterlibatan warga negara Singapura bernama Gabriel Isaak dalam proses pembelian jet pribadi itu, menambah dimensi internasional pada kasus yang kian kompleks ini.
KPK mengonfirmasi bahwa keberadaan jet pribadi itu sudah terlacak, namun lokasi pastinya belum akan dibuka ke publik. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa instansinya masih menunggu kepastian posisi dan kondisi pesawat sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“Sementara sih kami sudah sedikit banyak sudah terinformasi, tinggal memastikan saja. Tapi sementara, ya statusnya masih kita rahasiakan. Lokasinya ada di suatu tempat,” ujar Setyo Budiyanto di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Setyo menambahkan bahwa peran masyarakat dalam memberikan informasi sangat penting untuk mempercepat pelacakan jet tersebut.
“Kami membutuhkan juga informasi dari masyarakat, pesawat itu ada di mana. Karena kami masih terus melacak posisinya,” tambahnya.
Terkait apakah jet tersebut akan dibawa ke Indonesia, KPK masih melakukan pertimbangan. Setyo menyebut bahwa jika memungkinkan, pesawat bisa tetap berada di lokasi saat ini, asalkan ada jaminan hukum dan keamanan status quo dari negara tempat jet itu ditemukan.
“Sekiranya memang bisa di sana, aman, bisa dititipkan—misalnya ada aparat negara atau pemerintah di sana, apakah itu di luar negeri atau di mana—yang bisa menjamin tidak ada perubahan status, ya bisa dititipkan,” ungkapnya.
Namun, bila dibutuhkan, KPK juga membuka opsi untuk membawa jet tersebut ke Indonesia dengan memperhatikan aspek keamanan dan hukum yang berlaku.
“Kalau harus dibawa ke sini tentu juga akan dipertimbangkan secara matang, seperti posisi, keamanan, dan aspek lain untuk memastikan semuanya sesuai prosedur,” jelasnya.
Pembelian jet pribadi dengan dana publik merupakan bentuk korupsi yang sangat mencolok. Selain menunjukkan penyalahgunaan anggaran negara dalam jumlah besar, kasus ini juga mengindikasikan adanya gaya hidup mewah para pejabat yang bertolak belakang dengan kondisi masyarakat Papua yang masih banyak mengalami kesenjangan ekonomi.
Dengan nilai kerugian negara mencapai triliunan rupiah, KPK terus mengembangkan penyidikan untuk membongkar seluruh jaringan dan aliran dana korupsi tersebut. Jet pribadi yang kini masih menjadi teka-teki diyakini menjadi bukti penting dalam merangkai bukti korupsi sistemik di lingkungan Pemprov Papua.
KPK berharap keterlibatan publik dan kerja sama lintas negara dapat membantu mengungkap sepenuhnya aset-aset yang dibeli dari hasil korupsi. Sebab, pengembalian kerugian negara tidak hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga mengembalikan hak masyarakat yang telah dirampas. (Red)