Jakarta – JAGAT BATARA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen mengajukan pengembalian aset kepada Rina Lauwy, mantan istri eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih. Aset yang dimaksud berupa satu unit apartemen beserta sertifikatnya yang sebelumnya sempat disita penyidik.
Pengajuan pengembalian aset itu disampaikan jaksa melalui replik dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
“Perihal permintaan permohonan pengembalian sertifikat rusun nomor 200397xxx, Apartemen Belleza Unit 21 vs 5, sikap penuntut umum telah mengajukan tuntutan atas barang bukti tersebut, yaitu barang bukti nomor 736 yang dikembalikan kepada Rina Lauwy Kosasih,” ujar salah satu jaksa di ruang sidang.
Langkah jaksa ini menindaklanjuti surat permohonan tertanggal 18 September 2025 yang diajukan langsung oleh Rina Lauwy. Dalam surat tersebut, Rina meminta agar jaksa maupun hakim mengembalikan sertifikat rusun Apartemen Belleza yang atas namanya.
Selain itu, Rina juga meminta agar blokir terhadap sertifikat hak milik rumah susun untuk unit apartemen atas nama ayahnya, Haryanto Lauwy, dicabut.
Menanggapi hal ini, jaksa menjelaskan bahwa sertifikat atas nama Haryanto Lauwy sejak awal tidak pernah masuk dalam daftar barang bukti.
“(Sertifikat) atas nama Haryanto Lauwy tidak terdapat dalam daftar barang bukti, sehingga atas permohonan tersebut penuntut umum bersikap tidak akan mengajukan tuntutan,” jelas JPU.
Sementara itu, terdakwa Antonius NS Kosasih dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara. Jaksa meyakini Kosasih menerima uang tidak sah senilai Rp34,3 miliar.
Selain itu, Kosasih dituntut untuk membayar uang pengganti Rp29,15 miliar ditambah sejumlah valuta asing, antara lain 127.057 dolar Amerika Serikat (AS), 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, 1,26 juta won Korea, serta Rp2,87 juta.
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayarkan, jaksa meminta agar Kosasih dijatuhi hukuman tambahan 3 tahun penjara.
Selain Kosasih, terdakwa lain yaitu Ekiawan Heri Primaryanto, Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), juga dituntut pidana penjara 9 tahun 4 bulan dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 253,66 dolar AS dengan ancaman tambahan 2 tahun penjara jika tidak dipenuhi.
Jaksa menilai perbuatan kedua terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp1 triliun akibat praktik investasi fiktif yang mereka jalankan.
Atas perbuatannya, keduanya dituntut agar dijatuhi hukuman sesuai Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (MP)