Bandung — JAGAT BATARA. Hubungan antara eksekutif dan legislatif di Provinsi Jawa Barat tengah memanas. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat terlibat dalam ketegangan politik yang semakin meruncing setelah aksi walkout Fraksi PDIP dari rapat paripurna DPRD Jabar, Jumat (16/5/2025).
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap pernyataan Dedi Mulyadi yang dinilai mendiskreditkan DPRD saat berpidato dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Cirebon, 7 Mei 2025 lalu.
Dalam pidatonya, Dedi menyampaikan kritik terhadap minimnya partisipasi DPRD dalam forum Musrenbang yang menurutnya merupakan ruang sakral dalam proses perencanaan pembangunan.
“Musrenbang forum yang sakral, diundang tak mau datang. Ingin dihargai, tapi tak pernah menghargai,” kata Dedi dalam unggahan Instagram-nya @dedimulyadi71, Sabtu (17/5/2025).
“Ngaku berpihak pada rakyat, berjuang untuk rakyat, tapi giliran anggaran dibuat untuk rakyat malah tak terima, dianggap melanggar konstitusi,” lanjutnya.
Dalam pidatonya di Cirebon, Dedi menegaskan bahwa dirinya memimpin tanpa harus selalu bergantung pada ketersediaan anggaran. Ia menyebut keyakinannya bahwa niat baik dalam pembangunan akan diiringi rezeki.
“Duit mah nuturkeun, rezeki mah nuturkeun. Karena saya punya keyakinan, memimpin tidak harus selalu ada duit,” ujarnya.
“Kenapa? Para raja dulu tidak menyusun APBD, VOC membangun gedung negara di Cirebon ini tidak ada itu persetujuan DPR,” tambahnya.
Menurut Dedi, kolaborasi antar-lembaga semestinya tidak hanya dimaknai dengan rapat-rapat teknis. Ia menyerukan agar dalam situasi darurat demi rakyat, seluruh pihak terlibat, minimal dengan mendoakan atau tidak menghalangi.
Pidato tersebut memantik reaksi keras dari Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat. Dalam rapat paripurna DPRD, Anggota DPRD dari Fraksi PDIP Doni Maradona menyampaikan keberatannya.
“Gubernur ini sepertinya tidak membutuhkan pendapat teman-teman DPRD. Saya pikir ini melecehkan lembaga. Kalau lembaga dilecehkan, otomatis anggotanya juga,” kata Doni.
Doni menuntut klarifikasi dari Gubernur dalam forum resmi. Menurutnya, tidak ada yang bisa menjalankan roda pemerintahan secara tunggal.
“Kalau begitu, silakan APBD-nya urus sendiri, Raperda buat sendiri, jangan dibicarakan ke DPRD,” ujarnya.
Sebelum pembacaan pandangan umum fraksi dimulai, Doni meminta pimpinan DPRD menyampaikan permintaan agar Gubernur memberikan klarifikasi. Namun karena permintaan tersebut tidak direspons, Fraksi PDIP memilih walkout.
Walkout dilakukan setelah interupsi Memo Hermawan, anggota DPRD dari Fraksi PDIP lainnya, yang menyatakan bahwa hubungan eksekutif dan legislatif saat ini “tidak baik-baik saja”.
“Saya minta seluruh Fraksi PDIP untuk walkout, termasuk Wakil Ketua DPRD Bapak Ono Surono,” serunya.
Seluruh anggota Fraksi PDIP, termasuk Wakil Ketua DPRD Jabar Ono Surono, langsung meninggalkan ruangan sidang. Sebelum keluar, Ono sempat bersalaman dengan Wakil Gubernur Jabar Erwan Setiawan.
Sidang tetap dilanjutkan tanpa kehadiran Fraksi PDIP dengan agenda pembahasan pandangan fraksi terhadap Raperda terkait usaha pertambangan dan administrasi kependudukan.
Menanggapi aksi tersebut, Ketua DPRD Jabar Buky Wibawa menyatakan bahwa walkout adalah bagian dari dinamika demokrasi yang harus dihormati.
“Walkout itu bagian dari dinamika. Ada ketidakberkenanan teman-teman Fraksi PDIP, ya itu bagian dari hak mereka,” kata Buky.
Doni Maradona menegaskan, Fraksi PDIP tidak akan terlibat dalam pembahasan Raperda yang diajukan oleh Pemprov Jabar sebelum Gubernur memberikan klarifikasi resmi di DPRD.
“Kami tidak mau terlibat sampai ada klarifikasi. Negara ini dibangun dengan trias politika, harus saling menghargai, tidak ada lembaga yang bisa berjalan sendiri,” pungkasnya.
Perseteruan ini menjadi sinyal serius bahwa komunikasi antara lembaga eksekutif dan legislatif di Jawa Barat perlu segera diperbaiki untuk mencegah stagnasi kebijakan dan perencanaan pembangunan daerah. (Red)