Headlines

Dituding Langgar Privasi, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tegaskan Program KB Bukan Paksaan untuk Syarat Bansos

Screenshot 2025 05 10 004252

BOGOR – JAGAT BATARA. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi angkat bicara terkait polemik yang mencuat atas kebijakannya dalam menerapkan program Keluarga Berencana (KB) dan penegakan disiplin di ruang publik, terutama terhadap anak-anak dan remaja. Tudingan pelanggaran privasi yang diarahkan kepadanya mencuat setelah muncul wacana program KB menjadi syarat penerima bantuan sosial (bansos).

Melalui unggahan terbaru di akun Instagram pribadinya @dedimulyadi71, Dedi memberikan klarifikasi secara terbuka. Ia menegaskan bahwa tidak ada pemaksaan dalam ajakan mengikuti program KB, baik kepada laki-laki maupun perempuan.

“Tidak ada paksaan untuk ikut KB, baik bagi laki-laki maupun perempuan,” tegas Dedi dalam video klarifikasinya, Jumat (9/5/2025).

Dedi menjelaskan bahwa tujuan utama program KB yang ia dorong adalah menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman dan sehat, terutama bagi anak-anak. Ia mencontohkan kondisi rumah yang sempit dengan terlalu banyak penghuni dalam satu kamar bisa memicu ketidaknyamanan dan bahkan perilaku menyimpang.

“Kalau di rumah anak tidak nyaman karena satu kamar dipakai banyak orang, maka solusinya adalah keberhasilan program keluarga berencana,” ujar Dedi.

Pernyataan ini menjadi respons atas tudingan sejumlah pihak yang menilai kebijakan tersebut terlalu mencampuri urusan pribadi dan dianggap melanggar hak privasi masyarakat.

Selain KB, Dedi juga menjawab kritik terkait larangan anak-anak mengendarai sepeda motor dan penggunaan knalpot brong yang belakangan ramai dibahas publik. Ia menilai langkah tersebut sebagai bagian dari penegakan disiplin dan keselamatan berkendara, bukan semata-mata pembatasan kebebasan.

“Bagaimana anak-anak bisa nyaman di jalan kalau mereka naik motor dengan knalpot brong dan bergerombol ugal-ugalan? Itu melahirkan arogansi dan rawan kecelakaan,” ujar Dedi.

Gubernur Jabar juga menyoroti minimnya pengawasan dari sekolah, yang menurutnya kerap tidak menegur pelanggaran semacam ini.

“Saya belum pernah dengar ada sekolah yang secara tegas melarang siswa membawa motor atau pakai knalpot brong. Selama ini dibiarkan saja,”

Kebijakan Dedi yang melibatkan TNI dalam pendidikan kedisiplinan siswa turut menjadi sorotan publik. Beberapa pihak menganggap langkah tersebut terlalu militeristik dan menimbulkan kekhawatiran. Namun Dedi menepis kekhawatiran tersebut, dengan menyebut bahwa keterlibatan TNI dalam bidang pendidikan sudah lama terjadi dan terbukti efektif.

“Paskibraka dilatih TNI, guru di Papua juga dibantu TNI, pramuka ada Saka dengan pelatih dari TNI. Jadi kenapa harus diributkan ketika saya melibatkan TNI dalam membina disiplin siswa?” ucapnya mempertanyakan logika penolakan tersebut.ucapnya.

Mengakhiri klarifikasinya, Dedi Mulyadi mengajak masyarakat untuk tidak terjebak dalam perdebatan yang kontraproduktif, tetapi bersama-sama mengambil peran aktif dalam membina dan melindungi generasi muda.

“Bangsa ini butuh kesadaran, bukan perdebatan tanpa arah. Daripada saling menyalahkan, lebih baik kita berbagi peran dalam mendidik anak-anak kita,” pungkasnya.

Dengan penegasan tersebut, Dedi berharap kebijakan-kebijakan yang diambilnya tidak disalahpahami sebagai bentuk pemaksaan, melainkan sebagai bagian dari ikhtiar kolektif membangun generasi masa depan yang lebih baik, disiplin, dan berdaya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *