JAKARTA – JAGAT BATARA. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan keprihatinan atas keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Mereka menilai, langkah tersebut tidak berdasar dan berpotensi mengganggu independensi lembaga penegak hukum sipil.
Dalam siaran pers yang dirilis pada Minggu (11/5/2025), Koalisi menegaskan bahwa tidak ada kondisi darurat yang dapat membenarkan pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan kantor-kantor kejaksaan. Menurut mereka, tugas pengamanan institusi sipil seperti kejaksaan seharusnya cukup dilakukan oleh satuan pengamanan internal (satpam).
“Pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup bisa dilakukan oleh misalkan satuan pengamanan dalam (satpam) kejaksaan,” demikian pernyataan resmi Koalisi.
Lebih jauh, Koalisi mengkritisi langkah TNI tersebut sebagai bentuk intervensi militer dalam ranah penegakan hukum, yang semestinya merupakan wilayah sipil. Mereka memperingatkan bahwa keterlibatan TNI bisa mencederai prinsip-prinsip negara hukum dan mengaburkan batas antara fungsi pertahanan dan penegakan hukum.
“Pada aspek ini, intervensi TNI di ranah penegakan hukum sebagaimana disebutkan di dalam Surat Perintah tersebut akan sangat mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia,” tegas Koalisi.
Koalisi juga mengaitkan kebijakan ini dengan kekhawatiran akan kembalinya praktik dwifungsi TNI, yang pernah menjadi sorotan dalam sejarah politik Indonesia. Mereka menyoroti bahwa meski dalam revisi Undang-Undang TNI pada Maret 2025 disebutkan keterlibatan TNI hanya untuk mendukung Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil), namun surat perintah terbaru menunjukkan pengerahan yang bersifat menyeluruh dan umum.
“Catatan risalah sidang dan revisi yang menegaskan bahwa penambahan Kejaksaan Agung di dalam revisi UU TNI hanya khusus untuk Jampidmil ternyata tidak dipatuhi oleh Surat Perintah ini,” tulis Koalisi dalam pernyataan mereka.
Polemik ini mencuat setelah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan Telegram Panglima TNI Nomor TR/442/2025 tertanggal 6 Mei 2025, yang berisi instruksi untuk memperkuat pengamanan di seluruh Kejati dan Kejari di Indonesia. Telegram tersebut mengatur pengerahan personel TNI beserta peralatan pendukungnya dalam rangka mendukung tugas pengamanan institusi kejaksaan.
Langkah ini menuai sorotan karena dinilai melampaui batas kewenangan militer dalam konteks negara demokratis, serta dikhawatirkan dapat menciptakan preseden buruk bagi netralitas TNI di ruang sipil. (Red)