Headlines

Menkeu Purbaya Soroti Deposito Rp285,6 Triliun Tak Efisien: Ekonom Dukung Audit Tata Kelola Kas Negara

Screenshot 2025 10 20 163628

JAKARTA – JAGAT BATARA. Langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengusut simpanan deposito pemerintah pusat senilai Rp285,6 triliun mendapat dukungan kuat dari kalangan akademisi dan ekonom. Salah satunya datang dari Guru Besar Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Prof. Syafruddin Karimi, yang menilai upaya ini sebagai terobosan penting dalam reformasi tata kelola keuangan negara.

Dalam keterangannya kepada media pada Minggu (19/10/2025), Prof. Syafruddin menyatakan bahwa investigasi terhadap penempatan dana pemerintah dalam bentuk deposito di bank komersial adalah langkah strategis untuk menciptakan pengelolaan kas negara yang lebih transparan, efisien, dan memiliki nilai guna yang tinggi (value for money).

“Rencana investigasi penempatan deposito pemerintah di bank komersial patut diapresiasi, karena menyasar inti persoalan tata kelola kas negara, efektivitas, transparansi, dan value for money,” ujar Syafruddin.

Ia menyoroti potensi terjadinya negative carry, yaitu situasi ketika bunga deposito yang diterima pemerintah lebih rendah dibandingkan bunga yang dibayarkan atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Menurutnya, kondisi ini dapat menggerus ruang fiskal dan merugikan negara dalam jangka panjang.

“Pemerintah harus memisahkan secara tegas mana kas APBN murni dan mana dana entitas yang punya mandat berbeda,” tegas Syafruddin, mengingatkan pentingnya klasifikasi dana negara.

Meski mendukung langkah Menkeu, Syafruddin juga menekankan bahwa ini bukan bentuk permusuhan terhadap sektor perbankan, khususnya bank BUMN. Ia menyebut tindakan ini sebagai koreksi kebijakan agar likuiditas negara bisa dioptimalkan untuk mendukung stabilitas ekonomi dan pertumbuhan nasional.

“Ini koreksi kebijakan agar likuiditas negara bekerja lebih cerdas untuk stabilitas dan pertumbuhan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menkeu Purbaya mengungkapkan bahwa pihaknya sedang menyelidiki penempatan deposito pemerintah pusat yang nilainya mencapai Rp285,6 triliun per Agustus 2025. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan Rp204,1 triliun pada Desember 2023.

Dalam pernyataan yang disampaikan saat acara di Hotel JS Luwansa, Jakarta, pada Kamis (16/10/2025) malam, Purbaya mengaku heran atas keberadaan dana sebesar itu yang tidak diketahui secara pasti asal-usulnya.

“Kita masih investigasi itu sebenarnya uang apa. Kalau saya tanya anak buah saya, mereka bilang enggak tahu. Tapi saya yakin mereka tahu,” ucapnya dengan nada kritis.

Purbaya menyampaikan kekhawatiran atas kemungkinan adanya permainan bunga di balik penempatan deposito tersebut. Menurutnya, dana itu pasti mendapatkan bunga dari bank, namun nilainya terlalu rendah dibandingkan bunga obligasi pemerintah yang harus dibayar negara.

“Itu kan taruh uang di deposito yang dapat bunga, kan? Saya nggak tahu itu uang lembaga-lembaga di bawah kementerian atau yang lain. Tapi setahu saya sih, biasanya kan bank ngasih kode yang jelas. Kalau uang pemerintah ya uang pemerintah kan. Saya akan periksa nanti,” ungkapnya.

Menkeu juga menduga dana tersebut disimpan di bank-bank milik negara yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN. Ia menyatakan akan melakukan audit menyeluruh untuk memastikan siapa pemilik dana tersebut dan bagaimana seharusnya dana itu dikelola.

“Ada kecurigaan mereka main bunga. Di banyak bank komersial kita, Himbara mungkin. Tapi, saya akan investigasi lagi itu uang apa sebetulnya,” katanya.

Purbaya menjelaskan bahwa dana yang disimpan di deposito bisa jadi milik lembaga seperti LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) atau entitas lain, yang seharusnya dikelola terpisah dari kas APBN murni.

“Harusnya sih terpisah kan. Nanti saya akan cek, itu uang apa sebetulnya. Itu terlalu besar kalau ditaruh di deposito seperti itu,” tambahnya.

Yang menjadi sorotan utama, menurut Purbaya, adalah bahwa imbal hasil dari deposito lebih rendah dibanding bunga SBN, sehingga negara justru mengalami kerugian dari strategi penempatan dana tersebut.

“Karena pasti return dari bank-nya kan lebih rendah dari bunga yang saya bayar untuk obligasi, kan? Jadi saya rugi kalau gitu. Saya cek betul,” tegasnya.

Langkah ini menunjukkan sinyal kuat bahwa Kementerian Keuangan sedang bersiap melakukan pembenahan besar-besaran dalam manajemen kas dan likuiditas negara. Dengan audit menyeluruh dan keterbukaan terhadap potensi penyimpangan, diharapkan sistem keuangan negara menjadi lebih akuntabel dan berorientasi pada efisiensi.

Dukungan dari para akademisi seperti Prof. Syafruddin Karimi menjadi bukti bahwa langkah ini bukan sekadar reaksi sesaat, tetapi bagian dari proses transformasi kebijakan fiskal dan pengelolaan aset negara yang lebih sehat ke depan. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *