Headlines

Dugaan Aparat Terlibat Konflik Agraria di Sukabumi, Petani Terusir dari Lahan Eks HGU

WhatsApp Image 2025 09 26 at 12.58.18 d7b6ac89

Sukabumi – JAGAT BATARA. Jum’at, 26 September 2025. Konflik agraria di Kabupaten Sukabumi kembali mencuat. Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi, Rozak Daud, mengungkap adanya dugaan keterlibatan aparat dalam perebutan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) yang masa berlakunya telah berakhir.

Menurut Rozak, banyak lahan HGU di Sukabumi yang habis masa berlakunya dan selama ini telah dimanfaatkan secara turun-temurun oleh masyarakat atau petani penggarap. Namun, belakangan muncul klaim sepihak dari pengusaha yang justru memicu konflik baru.

“Masalah pokoknya adalah objek-objek itu hari ini sudah dikuasai dan dimanfaatkan oleh petani, tapi mulai muncul konflik. Contoh di Kecamatan Lengkong, HGU sudah berakhir sejak 2011, sekarang ada pengusaha yang masuk mengklaim sudah melakukan oper alih status, padahal HGU-nya sudah berakhir,” ujar Rozak kepada awak media, Kamis (25/9/2025).

Dugaan Jual Beli Ilegal Lahan Eks HGU

Rozak menyoroti praktik jual beli klaim atas lahan eks HGU yang marak terjadi di beberapa wilayah Sukabumi. Ironisnya, praktik itu diduga dibiarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai lembaga resmi pencatat pertanahan.

“Logikanya tidak masuk. Kalau HGU sudah berakhir, putus hubungan hukumnya. Jadi tidak bisa diperjualbelikan. Tapi di lapangan praktik itu dibiarkan, ini yang membuat petani semakin terjepit,” tegasnya.

WhatsApp Image 2025 09 26 at 12.58.59 a43656f6

Aparat Diduga Memihak Pengusaha

Kehadiran aparat penegak hukum (Polri dan TNI) dalam konflik agraria ini justru memperkeruh keadaan. Rozak menyebut keberadaan aparat di lokasi konflik sering kali terlihat lebih dekat dengan pihak perusahaan dibandingkan memberi perlindungan kepada petani.

“Bertani saja diusir. Kadang aparat datang tiap hari komunikasi dengan pihak perusahaan, bahkan seolah ikut mengontrol. Itu yang menimbulkan kesan kuat pengusaha dilindungi aparat,” tambahnya.

Dampak Sosial Petani Kian Terpuruk

Rozak mengingatkan, konflik agraria tanpa solusi akan memperpanjang penderitaan petani. Hilangnya akses terhadap tanah berpotensi menambah angka kemiskinan, bahkan mendorong masyarakat ke arah perilaku menyimpang.

“Kalau tanah sebagai sumber kehidupan petani hilang, mereka akan tersingkir. Ketika tak ada pilihan lain, kondisi kemiskinan bisa mendorong orang ke tindak kriminal, dari pencurian hingga kejahatan jalanan,” ujarnya.

WhatsApp Image 2025 09 26 at 12.59.12 35471831

Perspektif Hukum

Secara hukum, Hak Guna Usaha (HGU) diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. HGU diberikan untuk jangka waktu maksimal 35 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun. Jika HGU berakhir, tanah tersebut kembali menjadi tanah negara.

Dalam praktiknya, tanah negara yang bekas HGU seharusnya dapat diredistribusikan kepada rakyat melalui program reforma agraria sesuai Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018. Artinya, klaim sepihak pengusaha atas lahan eks HGU tidak memiliki dasar hukum, apalagi jika diperjualbelikan.

Selain itu, aparat penegak hukum seharusnya menjalankan fungsi netralitas dan tidak berpihak pada kepentingan korporasi. Jika terbukti ada keterlibatan aparat dalam pengusiran petani, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.

Desakan SPI

SPI Sukabumi mendesak pemerintah pusat dan daerah, termasuk BPN, untuk segera melakukan evaluasi dan penertiban terhadap lahan eks HGU. Rozak menegaskan, petani berhak atas tanah yang telah mereka garap turun-temurun sesuai semangat UUPA 1960 dan reforma agraria.

Sukma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *