JAKARTA – JAGAT BATARA. Meski tak dilibatkan dalam struktur Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan komitmennya untuk terus memburu jejak uang hasil tindak pidana korupsi.
Komite TPPU sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2025 yang resmi diterbitkan pada 25 Agustus 2025. Namun dari daftar lembaga yang masuk dalam komite tersebut, KPK tidak termasuk di dalamnya. Meski begitu, lembaga antirasuah ini memastikan, absennya KPK dari komite tersebut tidak akan menghalangi langkahnya dalam menegakkan hukum, khususnya dalam mengungkap praktik pencucian uang hasil korupsi.
“Perubahan administratif tidak akan menghentikan upaya KPK untuk membongkar aliran dana yang merugikan negara,” tegas Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, saat memberi keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa KPK selama ini telah menangani sejumlah kasus besar yang melibatkan praktik pencucian uang. Salah satunya adalah kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) di dua institusi keuangan negara: Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam kasus tersebut, KPK menggunakan pendekatan ganda: tidak hanya menjerat tersangka dengan pasal gratifikasi, tetapi juga menerapkan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), dengan catatan bahwa unsur-unsur pasal tersebut terpenuhi.
“Dalam beberapa kasus, KPK juga menjerat pelaku dengan pasal TPPU apabila unsur-unsurnya terpenuhi, misalnya ketika pelaku menyembunyikan atau memindahkan hasil korupsi yang menjadi tindak pidana pokok,” jelas Budi.
Ia mencontohkan bahwa pada kasus program sosial di Bank Indonesia, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dengan pasal gratifikasi, dan sekaligus menerapkan pasal TPPU terhadap keduanya karena diduga menyamarkan asal-usul dana hasil korupsi.
Dalam penjelasannya, Budi juga menegaskan bahwa strategi hukum KPK dalam menerapkan pasal pencucian uang bukan hanya bertujuan memberi efek jera kepada para pelaku korupsi. Lebih dari itu, penerapan pasal TPPU dipandang sebagai langkah strategis untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.
“Tujuannya tidak hanya memberi efek jera bagi para pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan kerugian negara dilakukan secara optimal,” pungkasnya.
Pernyataan ini mempertegas posisi KPK sebagai lembaga yang tetap independen dan aktif dalam menegakkan hukum meskipun tidak masuk dalam struktur formal Komite TPPU bentukan Presiden. Di tengah sorotan publik terhadap integritas lembaga-lembaga negara, sikap tegas KPK ini menjadi penegasan bahwa lembaga antirasuah tersebut tetap menjalankan tugasnya sesuai amanat undang-undang.
Sejumlah pengamat menilai, langkah KPK untuk tetap bergerak di luar struktur Komite bisa menjadi pembeda sekaligus penguat dalam ekosistem penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam isu follow the money—melacak aliran dana kejahatan untuk membongkar jaringan dan aktor di baliknya. (MP)