Sumenep – JAGAT BATARA. Dugaan praktik penangkapan perahu ikan ilegal kembali mencuat di perairan Kabupaten Sumenep. Sebuah perahu kapal nelayan asal Branta, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan diamankan oleh Satuan Polisi Air dan Udara (Satpolairud) Polda Jatim pada Selasa, 27 Mei 2025. Kapal tersebut diduga menggunakan alat tangkap terlarang jenis cantrang saat beroperasi di arial perairan Pulau Gili Labak.
Setelah dilakukan penyelidikan, perkara ini dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, dan pada hari Kamis, 3 Juli 2025, dilanjutkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep. Namun hanya beberapa hari setelah pelimpahan, muncul kabar bahwa kapal yang menjadi barang bukti (BB) utama telah dipinjam pakai oleh pihak tertentu. Informasi dari internal kejaksaan menyebutkan bahwa proses pinjam kapal dilakukan pada Selasa atau Rabu minggu ini.
Yang menjadi sorotan publik adalah alasan dari pihak Kejaksaan Negeri Sumenep yang menyebutkan bahwa barang bukti (BB) bisa dipinjam pakai karena belum ada putusan pengadilan yang menyatakan barang tersebut dirampas oleh negara.
“Kalau kelamaan di sini nanti belum tentu dirampas untuk negara. Tapi semua surat-suratnya tetap saya tahan. Jadi permohonan pinjam pakai bisa dikabulkan selama orangnya sanggup hadir di persidangan,” ujar Kasi Barang Bukti Kejati Sumenep, Surya Rizal Hertady, kepada media.
Pernyataan tersebut menuai kritik dari kalangan pemerhati hukum. Sebab, tidak ada satu pun ketentuan dalam KUHP yang mengatur pemilik barang bukti dapat meminjam kembali barang tersebut selama proses hukum berjalan dan belum inkrah.
Kasi Intel Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata, menyatakan bahwa praktik pinjam pakai tersebut sah dilakukan dengan merujuk pada Pasal 44 KUHP.
“Selama ini ada permohonan, diperbolehkan. Di kejaksaan mana-mana juga seperti itu, Mas,” ujarnya, Kamis, 10 Juli 2025. Namun secara normatif, Pasal 44 KUHP justru mengatur bahwa pinjam pakai barang bukti hanya dimungkinkan dalam hal:
“Barang bukti diperlukan untuk kepentingan pembuktian dalam perkara lain atau diperlukan oleh instansi yang berwenang, maka atas izin hakim atau ketua pengadilan yang memeriksa perkara, barang bukti itu dapat dipinjamkan.”
Artinya, pinjam pakai dapat diberikan kepada instansi resmi, bukan kepada pemilik pribadi, dan hanya untuk kepentingan perkara lain dengan persetujuan pengadilan.
Praktik pinjam pakai barang bukti utama seperti kapal cantrang dalam perkara dugaan ilegal fishing ini dinilai berisiko melemahkan proses pembuktian dan menimbulkan preseden buruk dalam penegakan hukum. Publik mendesak Kejari Sumenep untuk membuka dokumen permohonan serta dasar hukum formil atas pinjam pakai tersebut.
(Red)