Headlines

Wali Kota Bandung Kecewa Pembongkaran SLB Pajajaran Tanpa Koordinasi: “Kami Tak Dianggap”

6828290057e5a

Bandung – JAGAT BATARA. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyampaikan kekecewaannya secara terbuka atas pembongkaran gedung Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pajajaran yang berada di kawasan Sentra Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung. Pembongkaran dilakukan tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Kota Bandung, padahal gedung tersebut merupakan bagian dari bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh peraturan daerah.

“Iya, kami merasa enggak dianggap,” ujar Farhan kepada awak media di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Minggu (18/5/2025).

Farhan menekankan bahwa meskipun pengelolaan bangunan secara administratif berada di bawah Kementerian Sosial (Kemensos), Pemerintah Kota Bandung memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi aset budaya, termasuk gedung sekolah tersebut. Ia merujuk pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018 tentang pelestarian cagar budaya yang melindungi bangunan-bangunan bersejarah di wilayah kota.

“Di Wyata Guna ada dua gedung, salah satunya yang dirubuhkan. Nah, gedung itu adalah gedung cagar budaya yang dilindungi oleh perda,” tegas Farhan.

Selain ketiadaan koordinasi, Farhan juga mempertanyakan langkah Kementerian Sosial dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dinilainya bertindak sepihak. Ia menggarisbawahi bahwa kewenangan pengelolaan sekolah dari TK hingga SMA memang berada di bawah Pemerintah Provinsi, sementara aset bangunan dimiliki oleh Kemensos. Namun perlindungan terhadap cagar budaya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota.

“Bahwa tidak terjadi koordinasi, ini yang harus kita pertanyakan. Jelas melanggar,” ujarnya serius.

Menanggapi isu yang berkembang di publik, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Supomo, memberikan klarifikasi bahwa tidak ada penggusuran ataupun pengusiran terhadap siswa SLBN A Pajajaran.

“Kalau sekarang muncul isu mau dipindahkan atau diusir, itu tidak benar sama sekali. Kami justru mengakomodasi semua pihak,” ujar Supomo dalam keterangannya.

Supomo menjelaskan bahwa kegiatan pembongkaran tersebut bukan untuk menggusur, melainkan untuk melakukan perbaikan dan revitalisasi fasilitas guna mendukung kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pelayanan rehabilitasi sosial. Ia juga menyebutkan bahwa proses ini merupakan tindak lanjut dari usulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang ingin memaksimalkan pemanfaatan kawasan Sentra Wyata Guna.

“Kami mengakomodasi usulan dari Pemprov Jawa Barat. Bangunan di Sentra Wyata Guna bisa digunakan bersama: untuk SLB, Sekolah Rakyat, dan layanan rehabilitasi sosial tetap berjalan,” katanya.

Persoalan ini menyingkap kompleksitas tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota dalam pengelolaan aset dan fungsi sosial. Meskipun Kemensos sebagai pemilik aset memiliki hak atas bangunan, pelibatan pemerintah kota menjadi penting mengingat adanya nilai historis dan status hukum bangunan sebagai cagar budaya.

Farhan menekankan bahwa upaya pelestarian cagar budaya bukan semata soal administratif, melainkan juga menyangkut identitas sejarah dan kepentingan masyarakat lokal. Ia berharap ke depannya tidak ada lagi pengambilan kebijakan sepihak, apalagi terhadap fasilitas publik seperti sekolah luar biasa yang menyasar kelompok penyandang disabilitas.

“Kalau kita bicara inklusi sosial dan hak warga, maka kebijakan pun harus inklusif, termasuk dalam proses perencanaannya,” pungkas Farhan.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan tambahan dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sementara itu, masyarakat dan para pemerhati pendidikan inklusif mendesak agar proses pembangunan dan revitalisasi di Sentra Wyata Guna dilakukan dengan penuh transparansi, partisipasi publik, serta tetap menghormati nilai-nilai sejarah yang melekat pada bangunan tersebut. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *