Jakarta – JAGAT BATARA. Sabtu, 30 November 2024. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) menyatakan penghargaan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus korupsi di lingkungan militer. Keputusan ini mengundang perhatian serius, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap tata kelola hukum, khususnya terkait dengan kedudukan dan kewenangan lembaga-lembaga negara yang terlibat dalam penegakan hukum.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal TNI Hariyanto, menegaskan bahwa TNI akan mempelajari secara cermat dan mendalam putusan MK yang dimaksud, serta implikasi hukum yang mungkin timbul sebagai akibatnya. “TNI menghormati setiap keputusan Mahkamah Konstitusi, yang merupakan lembaga negara yang berwenang dalam bidang konstitusi. Oleh karena itu, kami akan mempelajari lebih lanjut keputusan tersebut serta dampaknya terhadap pelaksanaan hukum di Indonesia,” ujar Kapuspen TNI, Jumat (29/11/2024).
Lebih lanjut, Mayjen Hariyanto menegaskan bahwa TNI akan menjalin komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk KPK, Kejaksaan Agung, serta instansi lainnya, guna memastikan bahwa implementasi putusan MK ini dapat dilaksanakan dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan, transparansi, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami akan memastikan bahwa pelaksanaan hukum sesuai dengan ketentuan yang ada, tanpa mengganggu tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara dan pertahanan negara,” tambahnya.
Keputusan MK tersebut berawal dari putusan atas gugatan nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh advokat Gugum Ridho Putra. Gugatan ini mempersoalkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang sebelumnya memberi kewenangan kepada KPK untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan individu yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum. MK menilai bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karena itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara penuh.
Putusan MK menyatakan bahwa Pasal 42 UU KPK harus ditafsirkan dengan syarat tertentu, yaitu kewenangan KPK untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan tindak pidana korupsi di lingkungan militer hanya berlaku apabila proses penegakan hukum dimulai dan ditangani sejak awal oleh KPK. Dengan demikian, pengawasan KPK terhadap kasus korupsi di lingkungan militer dapat dilakukan dengan lebih jelas dan terukur.
Keputusan ini mengundang perhatian penting bagi TNI dan lembaga penegak hukum lainnya, karena akan mempengaruhi dinamika penanganan kasus korupsi yang melibatkan aparat militer. TNI, dalam hal ini, berkomitmen untuk bekerja sama dengan KPK dan institusi terkait lainnya untuk memastikan bahwa proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, tanpa mengganggu tugas dan fungsi TNI sebagai penjaga kedaulatan negara. (Red)