Kota Sukabumi – JAGAT BATARA. Jum’at, 15 November 2024. Kasus dugaan manipulasi data warga belajar di PKBM Tunas Harapan yang terletak di Jl. Raya Ngaweng RT 003/RW 009, Kelurahan Cibeureum Hilir, Kota Sukabumi, menarik perhatian publik dan praktisi hukum. PKBM tersebut diduga melakukan manipulasi data dengan cara memasukkan data siswa dari sekolah lain tanpa sepengetahuan siswa yang bersangkutan. Praktik ini, jika terbukti, berpotensi melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Tahun 2016, yang mengatur perlindungan data pribadi dan larangan penyalahgunaannya.
Penyalahgunaan Data Pribadi dan Potensi Pelanggaran Hukum
Seorang keluarga siswa yang terdaftar secara tidak sah di PKBM Tunas Harapan, berinisial H, mengungkapkan bahwa anaknya, Reza Rependi, yang sebelumnya terdaftar di MTS di Bogor, mendapati namanya muncul dalam sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan) PKBM Tunas Harapan, meskipun ia tidak pernah mendaftar di lembaga tersebut. Reza pun mengalami kesulitan saat melakukan verifikasi data untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena sistem Dapodik menganggapnya sudah terdaftar di PKBM Tunas Harapan.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana data pribadi Reza bisa masuk ke dalam sistem tersebut tanpa persetujuan atau pengetahuan darinya dan keluarganya. Praktisi hukum yang tidak ingin disebutkan namanya, menyatakan bahwa jika terbukti ada penyalahgunaan data pribadi untuk mendapatkan dana bantuan pendidikan atau untuk tujuan lainnya, maka pihak yang bertanggung jawab bisa dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU PDP dan UU ITE.
Tindak Pidana yang Dapat Dikenakan Berdasarkan UU PDP dan UU ITE
Menurut UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), terdapat ketentuan yang melarang pihak mana pun untuk memperoleh, mengumpulkan, mengungkapkan, atau menggunakan data pribadi orang lain tanpa izin. Pasal-pasal terkait dalam UU PDP memberikan sanksi pidana yang cukup berat bagi siapa saja yang terbukti melanggar hak atas perlindungan data pribadi.
Pasal 65 UU PDP melarang pihak mana pun untuk secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi orang lain dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang dapat merugikan subjek data pribadi. Pasal ini juga melarang pengungkapan dan penggunaan data pribadi tanpa izin yang sah dari pemilik data.
Pasal 67 UU PDP mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang secara sengaja dan melawan hukum memperoleh, mengungkapkan, atau menggunakan data pribadi tanpa izin. Sanksi yang dikenakan bisa berupa pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal sebesar Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) untuk pelanggaran pengumpulan atau penggunaan data pribadi secara ilegal.
Undang-undang ITE 2016 menetapkan bahwa apabila pelanggaran tersebut mengakibatkan kerugian signifikan bagi subjek data pribadi, maka pelaku dapat dikenakan pidana penjara hingga 12 tahun dan/atau denda hingga Rp12.000.000.000 (dua belas miliar rupiah).
Penyalahgunaan Data untuk Mendapatkan Dana Bantuan
Penyalahgunaan data pribadi dalam konteks pendidikan dapat berujung pada pemanfaatan data tersebut untuk memperoleh dana bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi siswa yang sah. Jika terbukti, praktik ini dapat dikategorikan sebagai korupsi administratif yang merugikan negara dan masyarakat, karena dana bantuan pendidikan yang dialokasikan untuk siswa yang tidak berhak, dapat diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Praktisi hukum menambahkan, bahwa jika penyalahgunaan data pribadi dalam bentuk pendaftaran warga belajar yang tidak sah ini terbukti dilakukan dengan sengaja dan untuk tujuan tertentu, maka hal ini dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan administratif yang diatur dalam UU ITE.
Tanggapan PKBM Tunas Harapan
Pihak media telah mencoba menghubungi Ihsan Rahayu, Kepala PKBM Tunas Harapan, untuk meminta klarifikasi terkait dugaan penyalahgunaan data tersebut. Namun, Ihsan terkesan menghindar saat ditanya lebih lanjut mengenai permasalahan ini. Saat diminta memberikan penjelasan lebih lanjut tentang siswa yang terdaftar tanpa izin, Ihsan menyatakan dirinya sedang dalam perjalanan dan kemudian mengakhiri percakapan tanpa memberikan penjelasan yang jelas.
Keberadaan Lintang Awalia Rahayu, yang tercatat sebagai operator Dapodik di PKBM Tunas Harapan, juga menjadi sorotan. Pasalnya, operator ini memiliki akses langsung untuk menginput data siswa ke dalam sistem pendidikan nasional.
Kesimpulan dan Harapan
Kasus dugaan manipulasi data pribadi ini perlu segera diselidiki oleh pihak berwenang, baik dari sisi penyalahgunaan data pribadi maupun potensi penipuan administratif yang dapat merugikan banyak pihak, terutama para siswa yang menjadi korban dalam kasus ini. Praktisi hukum berharap agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan profesional untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam praktik manipulasi data tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan data pribadi dalam sistem pendidikan di Indonesia, serta perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga-lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM. Setiap tindakan yang melanggar hak atas data pribadi harus diberikan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, demi mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat dan negara. (Hasan)