Headlines

Presiden Prabowo Resmikan Proyek Ekosistem Baterai EV Terbesar se-Asia Senilai Rp96 Triliun: Ini Rinciannya dan Pemiliknya

Screenshot 2025 06 30 094640

KARAWANG – JAGAT BATARA. Indonesia menorehkan sejarah baru di sektor industri kendaraan listrik. Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) terbesar di Asia pada Minggu (29/6/2025) di Karawang, Jawa Barat.

Proyek ini memiliki nilai investasi kolosal, mencapai US$ 5,9 miliar atau setara Rp 96,04 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.278/US$), dan merupakan simbol keseriusan Indonesia dalam mewujudkan hilirisasi industri serta transisi energi ramah lingkungan.

Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara perusahaan nasional dan mitra asing. Tiga entitas utama yang menjadi motor penggeraknya adalah:

  • PT Aneka Tambang Tbk (Antam)
  • PT Indonesia Battery Corporation (IBC)
  • Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL), perusahaan asal Tiongkok yang merupakan entitas gabungan dari Contemporary Amperex Technology Limited (CATL), Brunp, dan Lygend.

Dalam pidato peresmiannya, Presiden Prabowo menekankan bahwa proyek ini bukan hanya langkah besar di bidang ekonomi dan teknologi, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan strategis yang tinggi. Ia menyebut bahwa upaya hilirisasi sumber daya alam telah lama diimpikan oleh para pemimpin bangsa, mulai dari Presiden Soekarno hingga Joko Widodo, yang dianggap telah memulai realisasi konkret terhadap program tersebut.

“Proyek hilirisasi ini mulai empat tahun lalu. Karena itu, saya selalu menghormati dan mengakui peran para pendahulu yang telah berjasa, terutama Presiden ke-7 Joko Widodo,” ujar Prabowo.

“Groundbreaking ini membuktikan keseriusan kita dan para mitra dari Tiongkok. Ini adalah program kolosal dan terobosan luar biasa.”

Proyek ini mencakup enam usaha patungan (Joint Venture/JV) yang menciptakan ekosistem baterai terintegrasi—dari pertambangan nikel hingga daur ulang baterai.

Sisi Hulu:

1. JV1 – PT Sumberdaya Arindo (SDA)

    • Tambang nikel saprolite dan limonite
    • Kapasitas: 13,8 juta wet metric ton (wmt)
    • Kepemilikan: Antam 51%, CBL 49%
    • Sudah mulai produksi sejak 2023

    2. JV2 – PT Feni Haltim (FHT)

      • Smelter nikel RKEF
      • Kapasitas: 88.000 ton refined nickel alloy/tahun
      • Kepemilikan: CBL 60%, Antam 40%
      • Target produksi: Tahun 2027

      3. JV3 – PT Nickel Cobalt Halmahera (HPAL JVCO)

        • Smelter nikel jenis HPAL
        • Kapasitas: 55.000 ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP)/tahun
        • Kepemilikan: CBL 70%, Antam 30%
        • Target produksi: Tahun 2028

        Sisi Hilir:

        4. JV4 – Proyek Material Baterai (katoda, kobalt sulfat, prekursor)

          • Lokasi: Halmahera Timur, Maluku Utara
          • Kapasitas: 30.000 ton lithium hydroxide/tahun
          • Kepemilikan: CBL 70%, IBC 30%
          • Target produksi: Tahun 2028

          5. JV5 – PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB)

            • Lokasi: Karawang New Industry City (KNIC) & Artha Industrial Hill (AIH)
            • Jenis: Sel baterai Li-ion
            • Fase 1: 6,9 GWh/tahun (mulai produksi 2026)
            • Fase 2: 8,1 GWh/tahun (produksi 2028)
            • Total kapasitas: 15 GWh/tahun
            • Kepemilikan: CBL 70%, IBC 30%

            6. JV6 – Proyek Daur Ulang Baterai

              • Lokasi: Halmahera Timur
              • Kapasitas: 20.000 ton logam/tahun
              • Kepemilikan: CBL 60%, IBC 40%
              • Target operasi: Tahun 2031

              Proyek ini dipandang sebagai tonggak penting dalam strategi Indonesia untuk membangun rantai pasok baterai EV secara mandiri dan berdaya saing global. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia dinilai memiliki posisi strategis sebagai pemain utama dalam industri kendaraan listrik global.

              Presiden Prabowo menegaskan bahwa kerja sama internasional ini harus memberikan nilai tambah yang nyata bagi Indonesia, baik dalam hal penyerapan tenaga kerja, alih teknologi, maupun keberlanjutan lingkungan.

              “Kita ingin proyek ini bukan hanya besar, tapi juga bermanfaat luas bagi rakyat Indonesia. Kita harus jadi produsen, bukan sekadar eksportir bahan mentah,” pungkasnya.

              Dengan komitmen politik dan investasi jangka panjang, proyek ini diharapkan mampu mempercepat transisi energi nasional serta menempatkan Indonesia sebagai pusat industri baterai dan EV kelas dunia di kawasan Asia. (Red)

              Tinggalkan Balasan

              Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *