Kabupaten Bandung – JAGAT BATARA. Jum’at, 8 November 2024.
Dugaan pemberian keterangan palsu dalam proses penetapan ahli waris yang diterbitkan oleh Pengadilan Agama Bandung pada 1 Februari 2012, semakin mencuat ke permukaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh tim Seputarjagat News, salinan penetapan Pengadilan Agama Bandung Nomor 118/Pdt.P/2012/PA.Bdg mengandung unsur keterangan yang diduga tidak sesuai dengan fakta yang ada. Penetapan tersebut menjadi dasar pemohon, yaitu Bapak Dadang K. Hayat dan beberapa pihak lainnya, untuk menetapkan siapa saja yang berhak sebagai ahli waris dari orang tua mereka, Bapak Hayat Adiwiria dan Ibu Hj. Jaja Malia.
Dalam dokumen penetapan tersebut, disebutkan bahwa *IR. Djohar Hayat, anak keenam dari pasangan tersebut, masih hidup dan berhak atas bagian warisan. Padahal, berdasarkan bukti dari **Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung, diketahui bahwa *IR. Djohar Hayat telah meninggal dunia pada *3 September 2006. Hal ini menjadi persoalan serius, karena dalam penetapan Pengadilan Agama Bandung, yang terdaftar pada **Nomor 118/Pdt.P/2012/PA.Bdg, pada **tanggal 1 Februari 2012, keterangan mengenai *IR. Djohar Hayat masih terdaftar sebagai orang yang hidup.
Fakta Kasus dan Pemberian Keterangan Palsu
Pihak yang terlibat dalam permohonan penetapan ahli waris ini mengajukan *Bapak Dadang K. Hayat, yang mengklaim bahwa penetapan tersebut sangat penting untuk membagikan harta warisan orang tua mereka, *Hj. Yayat Adiwiria dan *Almarhum Hj. Jaja Malia. Dalam dokumen penetapan, disebutkan pula bahwa pasangan ini memiliki delapan orang anak, termasuk *IR. Djohar Hayat, yang seharusnya mendapat bagian warisan.
Namun, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari BPN Kota Bandung, pada *Gugatan Perkara No. 578/Pdt.G/2023/PN. Bdg, sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 575 yang terdaftar di **Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, yang sebelumnya tercatat atas nama **IR. Djohar Hayat, telah beralih kepemilikan pada nama *Anugrah Johar dengan *Rangga Djohar, melalui Surat Keterangan Waris yang diterbitkan pada *26 Oktober 2017 oleh para ahli waris. Surat keterangan tersebut terdaftar di Kelurahan Grogol Utara dan *Kecamatan Kebayoran Lama, yang mengindikasikan adanya pengalihan hak atas tanah yang tidak sesuai dengan fakta bahwa *IR. Djohar Hayat sudah meninggal beberapa tahun sebelumnya.
Pelanggaran dan Dugaan Pemalsuan Keterangan di Pengadilan Agama
Dengan mengacu pada dokumen pengadilan yang mengesahkan bahwa IR. Djohar Hayat masih hidup pada tahun 2012, sementara pada kenyataannya ia telah meninggal pada 2006, maka dapat diduga bahwa terdapat pemberian keterangan palsu yang dilakukan oleh pihak pemohon atau saksi-saksi yang terlibat dalam proses penetapan tersebut. Keterangan palsu yang diajukan dalam dokumen pengadilan ini berpotensi menciptakan kerugian hukum dan material bagi pihak-pihak yang berhak atas harta warisan yang sebenarnya. Oleh karena itu, dugaan pemalsuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan dalam *Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya terkait dengan *pasal pemalsuan dokumen dan penipuan yang merugikan pihak lain.
Tanggapan dari Pengadilan Agama Bandung
Terkait dengan temuan ini, tim media Seputarjagat News berusaha meminta klarifikasi kepada pihak Pengadilan Agama Bandung. Panitera Kepala Pengadilan Agama Bandung, H. Dede Supriadi, menjelaskan bahwa pihak pengadilan tidak secara aktif memeriksa kebenaran dari keterangan yang diberikan oleh para pemohon atau saksi dalam kasus ini. Ia mengungkapkan, “Pengadilan Agama dalam membuat penetapan bersifat pasif, artinya kami hanya memproses berdasarkan permohonan yang diajukan oleh para pihak. Kami mempercayakan kepada para pemohon untuk memberikan keterangan yang benar. Jika terdapat keterangan palsu yang diajukan dalam dokumen yang diserahkan, pihak yang merasa dirugikan bisa melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian, yang akan melakukan penyidikan lebih lanjut.”
Lebih lanjut, H. Dede Supriadi menyatakan bahwa pihak Pengadilan Agama Bandung tidak dapat secara langsung melaporkan dugaan pemalsuan keterangan kepada pihak kepolisian, namun ia mengimbau agar pihak yang merasa dirugikan oleh penetapan tersebut untuk melapor kepada penyidik. Penyidik, menurutnya, akan berkoordinasi dengan pengadilan terkait kebutuhan dokumen otentik yang diperlukan dalam penyidikan.
Tindak Lanjut dan Saran Hukum
Dari keterangan yang disampaikan oleh *H. Dede Supriadi, dapat disimpulkan bahwa apabila terbukti adanya pemberian keterangan palsu dalam dokumen yang diajukan ke pengadilan, maka pemohon maupun saksi yang terlibat dalam memberikan keterangan palsu tersebut dapat dijerat dengan *Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen, serta Pasal 378 KUHP mengenai penipuan yang merugikan pihak lain.
Dengan adanya dugaan pemalsuan keterangan dalam penetapan ahli waris ini, masyarakat diharapkan untuk lebih cermat dalam mengawasi proses-proses hukum, terutama yang berkaitan dengan pembagian warisan. Keterbukaan informasi dan transparansi dalam proses hukum sangat penting untuk mencegah adanya penyalahgunaan kewenangan yang merugikan pihak-pihak yang berhak. Masyarakat pun berhak untuk mengajukan laporan kepada aparat penegak hukum apabila merasa dirugikan oleh proses hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
Proses hukum lebih lanjut diharapkan dapat mengungkapkan kebenaran dan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan perbuatan pidana yang merugikan kepentingan orang lain dan merusak integritas sistem hukum yang ada.
Sampai berita ini diterbitkan awak media belum dapat mengkonfirmasi Dadang. K. Hayat MBA. terkait permasalahan tersebut. (Sam).