Headlines

Pencopotan Jabatan Ipda MI dan Aipda AM Terkait Dugaan Pelanggaran Etika dalam Penanganan Kasus Guru Supriyani

Screenshot 2024 11 12 141949

Kendari – JAGAT BATARA. Selasa,12 November 2024. Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) mengambil langkah tegas dengan mencopot dua anggota kepolisian, yaitu Ipda MI dari jabatan Kapolsek Baito dan Aipda AM dari posisi Kanit Reskrim. Pencopotan ini dilakukan terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus yang melibatkan seorang guru honorer, Supriyani, yang terjadi di Kabupaten Konawe Selatan.

Menurut informasi yang dihimpun, kedua personel tersebut kini dipindahkan ke Kepolisian Resor Konawe Selatan (Polres Konsel). Ipda MI, yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolsek Baito, akan dirotasi menjadi *Perwira Utama Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) Polres Konsel, menggantikan posisi yang sebelumnya ditempati oleh pejabat lain. Sementara itu, *Ipda Komang Budayana akan menggantikan Ipda MI sebagai Kapolsek Baito. Namun, penyebab pasti dari pencopotan ini belum dijelaskan secara rinci oleh pihak Propam Polda Sultra.

Penyebab Penarikan Jabatan Masih Diselidiki

Pihak Propam Polda Sultra belum memberikan penjelasan terperinci mengenai apakah penarikan kedua anggota tersebut berkaitan langsung dengan proses penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik atau sekadar merupakan kebijakan rotasi rutin dalam rangka penyegaran organisasi. Kombes Pol Moch Sholeh, Kepala Bidang Propam Polda Sultra, menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan klarifikasi dan pemeriksaan untuk memastikan adanya pelanggaran dalam penanganan kasus yang melibatkan Supriyani.

“Kami sedang melakukan klarifikasi terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi dalam penanganan kasus guru honorer Supriyani. Kami akan segera memberikan informasi lebih lanjut apabila sudah ada perkembangan,” kata Kombes Sholeh, mengonfirmasi bahwa pemeriksaan terhadap para pihak terkait, termasuk kepala desa, Supriyani, dan saksi lainnya, masih berlangsung.

Meskipun demikian, Kombes Sholeh menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terburu-buru dalam menarik kesimpulan atau mengambil tindakan tanpa adanya bukti yang jelas dan cukup. “Kami bergerak cepat dalam mengusut kasus ini, namun kami membutuhkan penguatan bukti yang lebih kuat untuk memastikan bahwa pelanggaran etika atau tindak pidana benar-benar terjadi,” ujar Sholeh.

Indikasi Permintaan Uang dalam Kasus Supriyani

Kasus ini mencuat setelah adanya laporan mengenai dugaan permintaan uang sebesar Rp 50 juta oleh aparat kepolisian dalam penanganan kasus Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan. Kasus ini mengundang perhatian karena diduga melibatkan unsur korupsi dan pelanggaran etik dalam proses hukum. Kombes Sholeh mengungkapkan bahwa meskipun terdapat indikasi permintaan uang, pihaknya masih membutuhkan bukti yang kuat sebelum menetapkan tindakan hukum terhadap oknum-oknum yang terlibat.

“Kami telah memeriksa sejumlah pihak, dan memang ada indikasi permintaan uang, namun untuk memastikan kebenarannya, kami perlu keterangan lebih lanjut dari sejumlah saksi, termasuk kepala desa dan Supriyani sendiri. Kami tidak ingin melakukan tuduhan tanpa dasar yang jelas,” jelasnya.

Penegakan Etika Profesi di Kepolisian

Penanganan dugaan pelanggaran etika ini menjadi penting dalam rangka menjaga integritas dan kredibilitas institusi kepolisian, yang memiliki kewajiban untuk menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan tanpa disertai dengan tindakan yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini, Propam memiliki peran penting dalam mengawasi dan menindak tegas anggota kepolisian yang terlibat dalam perilaku tidak profesional, baik yang menyangkut pelanggaran kode etik maupun tindakan pidana.

Penting untuk dicatat bahwa dalam sistem peradilan dan pengawasan internal kepolisian, setiap dugaan pelanggaran, terutama yang melibatkan permintaan uang atau suap, harus melalui proses penyelidikan yang komprehensif. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan keadilan terhadap korban, tetapi juga untuk menjaga akuntabilitas aparat penegak hukum di mata publik. Oleh karena itu, penarikan sementara terhadap pejabat yang terlibat dalam kasus ini dapat dilihat sebagai langkah awal untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparansi yang maksimal.

Langkah Lanjutan dalam Penanganan Kasus

Seiring berjalannya waktu, masyarakat dan pihak terkait akan terus mengawasi perkembangan kasus ini, terutama mengenai sejauh mana tindakan Propam Polda Sultra dalam menangani dugaan pelanggaran ini. Seperti yang dinyatakan oleh Kombes Sholeh, “Kami tidak ingin terburu-buru dalam mengambil tindakan. Proses hukum harus sesuai dengan aturan yang berlaku, dan setiap langkah harus didasarkan pada bukti yang kuat.”

Proses klarifikasi dan penyelidikan ini diharapkan dapat menghasilkan hasil yang objektif, serta memberikan kejelasan apakah benar terjadi pelanggaran kode etik atau tindakan pidana yang merugikan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini, perhatian publik terhadap akuntabilitas dan transparansi dalam penegakan hukum semakin tinggi, dan diharapkan hasil akhirnya dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. (Red)

Please follow and like us:
icon Follow en US
Pin Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow by Email
Pinterest
LinkedIn
Share
Instagram
Telegram
Wechat