Sukabumi – JAGAT BATARA. Selasa, 5 November 2024. Dugaan penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) di RSUD Pelabuhan Ratu yang bersumber dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 34 miliar kini menjadi sorotan publik, khususnya masyarakat Kabupaten Sukabumi. Isu ini semakin memanas setelah terungkapnya sejumlah konflik internal antara pihak rumah sakit, khususnya antara pengguna (user) dan pejabat pembuat komitmen (PPK), Yayat Suhayat, SKM.
Menurut informasi yang diperoleh awak media, masalah dimulai ketika Yayat Suhayat, yang bertanggung jawab atas pengadaan alat kesehatan melalui e-katalog, diduga mengklik alat kesehatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati sebelumnya antara dokter dan pihak rumah sakit. Salah seorang dokter spesialis jantung yang juga terlibat dalam pengadaan tersebut secara tegas menolak penggunaan alat yang tidak sesuai, mengingat potensi risiko terhadap keselamatan pasien. Namun, meskipun penolakan tersebut, PPK Yayat tetap mendatangkan alat yang setara dengan produk yang pertama kali dikirimkan, yakni Endo dan Revo X, padahal sebelumnya alat yang disepakati adalah GE.
Ketika konfirmasi dilakukan kepada Yayat Suhayat mengenai hal ini, dia menjelaskan bahwa alat yang disarankan untuk tidak ditolak adalah “untuk kepentingan Dinas”. Namun, ketika awak media berusaha mengonfirmasi lebih lanjut mengenai pernyataan tersebut, Yayat enggan memberikan penjelasan yang memadai.
Sementara itu, saat ditanya mengenai masalah ini, dokter yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut, yang dikenal dengan inisial SH, hanya menjawab bahwa dia hanya bertindak sebagai pengguna alat dan menyerahkan sepenuhnya kepada PPK untuk memberikan klarifikasi.
Pernyataan Sekdin dan Kadinkes yang Membingungkan
Pada kesempatan lain, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, H. Andi Rachman, saat beraksi dalam unjuk rasa Diaga Muda Indonesia pada 30 Oktober 2024, menyatakan bahwa permasalahan terkait e-katalog alat kesehatan sebenarnya hanya berkaitan dengan spesifikasi, tanpa adanya merek yang tertera. Namun, informasi yang berkembang menunjukkan bahwa pengadaan melalui e-katalog ini mengarah pada merek tertentu, dengan nomor tautan yang mengarah langsung ke produk alat kesehatan dari merek tertentu. Alat tersebut sendiri direkomendasikan karena kualitasnya yang terjamin dan hasilnya yang akurat untuk pemeriksaan pasien.
Namun, ada kejanggalan yang muncul ketika orator Diaga Muda Indonesia, Edi Rizal Agusti, dan Ahmin Supiyani, mengundang Kadinkes Agus Sanusi dan Sekdin Andi Rachman untuk menunjukkan alat-alat kesehatan yang sudah diterima oleh RSUD Pelabuhan Ratu di hadapan wartawan dan pihak kepolisian. Kedua pejabat tersebut menolak untuk memaparkan alat-alat tersebut dengan alasan bahwa hal tersebut memerlukan izin dari pihak Kepolisian dan Inspektorat. Penolakan ini semakin menambah kecurigaan masyarakat terhadap proses pengadaan yang sedang berjalan.
Pernyataan Kadinkes yang Menambah Kecurigaan
Lebih jauh lagi, Kadinkes Agus Sanusi sempat melontarkan pernyataan yang dinilai kontroversial. Menanggapi pertanyaan mengenai penggunaan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Tahun 2020 yang berjumlah Rp 95 miliar, Agus Sanusi berkata, “Nanti BTT 2020 sebesar Rp 95 miliar, kita laporkan ke mana tuh?” Pernyataan ini dianggap menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan dana BTT tersebut. Bahkan, ada dugaan kuat bahwa penggunaan dana ini berkaitan dengan pengadaan alat kesehatan yang sedang dipermasalahkan.
Keterlibatan Pihak Lain dalam Pengadaan Alkes
Menurut sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, yang mengaku sebagai salah satu penyedia alat kesehatan (berinisial U), dugaan keterlibatan Bupati Sukabumi, MH, dan seorang anggota DPRD Kabupaten Sukabumi yang dikenal dengan nama Ipey dalam pengadaan alat kesehatan tersebut semakin mencuat. U mengungkapkan bahwa ketika dirinya mencoba untuk berpartisipasi dalam pengadaan alat kesehatan di RSUD Pelabuhan Ratu, Agus Sanusi dan Yayat Suhayat memberi jawaban yang mencurigakan. Mereka mengatakan bahwa pengadaan alat kesehatan tahun ini telah diatur oleh Bupati Sukabumi dan anggota DPRD Ipey, dengan alasan bahwa anggaran sebesar Rp 25 miliar sudah dialokasikan untuk mereka, dan sisanya akan digunakan sebagai fee 30% untuk menutupi kerugian negara yang sedang diproses di Pengadilan Tipikor Bandung.
Tuntutan Masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum (APH)
Menanggapi permasalahan ini, Ketua Umum Paguyuban Maung Sagara, Sambodo Ngesti Waspodo, pada 4 November 2024, mengimbau agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan pemeriksaan terkait dugaan penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan ini. Menurut Sambodo, tidak perlu menunggu sampai tahun 2025 untuk menangani kasus ini, terutama mengingat adanya penolakan transparansi dari pihak terkait yang semakin memperburuk kecurigaan publik.
“Sekarang sudah jelas bahwa APH sudah diberikan pintu masuk oleh orator Diaga Muda Indonesia yang meminta agar Kadinkes Agus Sanusi dan PPK Yayat Suhayat menunjukkan barang yang sudah diterima oleh RSUD Pelabuhan Ratu. Namun, mereka justru menghindar. Hal ini tentu patut dicurigai,” ujar Sambodo.
Sebagai lembaga yang mewakili masyarakat, Paguyuban Maung Sagara mendesak APH untuk segera melakukan langkah-langkah investigasi yang lebih lanjut. APH diharapkan tidak hanya menunggu hingga anggaran dicairkan, tetapi juga segera mengambil tindakan untuk memeriksa Kadinkes Agus Sanusi dan PPK Yayat Suhayat agar permasalahan ini dapat terungkap secara transparan dan tidak meresahkan masyarakat.
Selain itu, penggunaan dana BTT Tahun 2020 yang berjumlah Rp 95 miliar harus segera dijelaskan oleh Agus Sanusi, dengan memberikan bukti yang jelas kepada APH untuk memastikan bahwa dana tersebut digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak berujung pada isu hoaks atau penyalahgunaan.
Demikian pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap kelangsungan pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel di Kabupaten Sukabumi. (Skm)