Jakarta – JAGAT BATARA. Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia akhirnya angkat bicara terkait dugaan suap atau gratifikasi dalam perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan beberapa hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (14/4) di ruang Media Centre MA, Jakarta, MA menyampaikan sikap resminya di tengah sorotan publik terhadap integritas lembaga peradilan.
Pernyataan resmi ini disampaikan langsung oleh Juru Bicara MA, Prof. Dr. Yanto, S.H., M.H., dengan moderator Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Dr. H. Sobandi, S.H., M.H., serta didampingi Kepala Bagian Perundang-Undangan MA, Irwan Rosady, S.H., M.H. Acara ini turut dihadiri oleh puluhan wartawan dari media cetak, elektronik, dan daring.
Dalam pernyataannya, MA menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang tengah dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serta Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat. MA mengacu pada Pasal 26 UU Nomor 2 Tahun 1986, yang menyatakan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap hakim dapat dilakukan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua MA, sepanjang tertangkap tangan.
MA juga menyatakan bahwa hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan akan diberhentikan sementara, dan akan diberhentikan tetap apabila terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT).
Perkara yang menjadi sorotan ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam ekspor Crude Palm Oil (CPO), yang ditangani oleh Majelis Hakim Tipikor PN Jakarta Pusat. Terdapat tiga perkara yang ditangani secara bersamaan dengan terdakwa adalah korporasi besar, yakni Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup. Ketiganya teregister pada 22 Maret 2024 dengan nomor perkara 39, 40, dan 41/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst, dan telah diputus oleh majelis hakim pada 19 Maret 2025.
Majelis Hakim yang diketuai oleh D, serta beranggotakan ASB dan AM, menyatakan bahwa para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan primer maupun subsidier dari penuntut umum. Namun, dalam putusan yang mengejutkan, majelis menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, sehingga terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).
Putusan ini belum berkekuatan hukum tetap karena penuntut umum segera mengajukan kasasi pada 27 Maret 2025. Saat ini, berkas kasasi sedang diproses untuk dikirim secara elektronik ke Mahkamah Agung.
Sebagai respons atas rentetan kasus yang mencoreng wajah peradilan, MA menyampaikan keprihatinan mendalam. MA menilai bahwa peristiwa ini datang di saat lembaga tersebut sedang giat melakukan reformasi untuk mewujudkan sistem peradilan yang bersih dan profesional.
Pagi hari sebelum konferensi pers, Pimpinan MA RI telah menggelar Rapat Pimpinan (Rapim) dengan agenda membahas revisi Surat Keputusan Ketua MA (SK KMA) Nomor 48/KMA/SK/II/2017 tentang pola promosi dan mutasi hakim di empat lingkungan peradilan.
Lebih lanjut, Badan Pengawasan MA telah membentuk Satuan Tugas Khusus (SATGASSUS) yang bertugas melakukan evaluasi mendalam terhadap kedisiplinan, kinerja, dan kepatuhan hakim serta aparatur terhadap kode etik dan pedoman perilaku, khususnya di wilayah hukum DKI Jakarta.
Sebagai langkah sistematis mencegah praktik korupsi yudisial (judicial corruption), MA akan segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotic (Smart Majelis) di seluruh pengadilan tingkat pertama dan banding. Sistem ini sebelumnya telah diterapkan di Mahkamah Agung dan bertujuan meminimalkan intervensi dan potensi penyalahgunaan wewenang. (Red)