Headlines

KUHP Baru Mulai 2026, Menteri Imipas Tegaskan Paradigma Baru Pemidanaan: Sanksi Sosial dan Denda Perluas Tugas Pemasyarakatan

Screenshot 2025 06 27 102739

JAKARTA – JAGAT BATARA. Implementasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada Januari 2026 akan membawa perubahan besar dalam wajah sistem peradilan pidana Indonesia. Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menyampaikan bahwa paradigma baru ini mengedepankan pemidanaan alternatif berupa kerja sosial, pengawasan, dan denda, yang secara signifikan akan memperluas ruang lingkup tugas pemasyarakatan.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Agus dalam sambutannya saat meresmikan kegiatan ‘Aksi Sosial Gerakan Nasional Pemasyarakatan Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025’ yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia, Kamis (26/6/2025).

“Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP akan mulai berlaku pada Januari 2026. Tentunya ini akan membawa dampak signifikan terhadap seluruh elemen masyarakat dan penegak hukum, terutama di bidang pemasyarakatan,” tegas Agus.

Menurut Agus, KUHP baru akan mendorong pemidanaan tidak lagi semata-mata melalui pidana penjara. Sanksi sosial dan pidana denda menjadi pendekatan baru yang menuntut kesiapan struktural dan fungsional pemasyarakatan untuk mengelola sistem pembinaan dan pengawasan di luar lembaga pemasyarakatan.

“Dengan paradigma baru ini, pembinaan kerja sosial, pengawasan, dan denda menjadi bagian dari sistem pemasyarakatan, sehingga ruang lingkup tugas kami juga akan bertambah luas,” katanya.

Untuk mengantisipasi peningkatan beban kerja tersebut, Agus menyatakan bahwa Kementerian Imipas berencana menambah jumlah petugas pembimbing pemasyarakatan (PK). Pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN RI) dan Kementerian PAN-RB terkait kebutuhan formasi dan pemberian insentif kepada para pembimbing, sebagaimana yang telah diterapkan pada Babinsa dan Bhabinkamtibmas.

“Kami akan menampung saran dari Prof Tuti agar pembimbing pemasyarakatan mendapatkan insentif, karena peran mereka akan semakin luas dan penting,” ujarnya.

Agus menjelaskan bahwa peran pembimbing pemasyarakatan tidak terbatas pada klien yang sedang dalam masa bebas bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), atau cuti menjelang bebas (CMB). Para pembimbing juga aktif sejak klien masih berada di dalam lembaga pemasyarakatan, sebagai bagian dari proses pembinaan menyeluruh.

“Kegiatan pembinaan dilakukan sejak mereka masih di dalam lapas. Salah satu program unggulan kami adalah pelatihan keterampilan dan ketenagakerjaan melalui balai kerja,” terang Agus.

Program ini sejalan dengan kebijakan Presiden terkait ketahanan pangan, di mana para warga binaan dibekali keterampilan dan dilibatkan dalam produksi hasil pertanian atau kegiatan ekonomi lainnya. Diharapkan, setelah bebas, mereka dapat langsung bekerja dan berkontribusi di masyarakat.

Dengan paradigma pemidanaan yang lebih manusiawi dan progresif dalam KUHP baru, pemasyarakatan akan bertransformasi dari sekadar lembaga penahanan menjadi agen reintegrasi sosial yang aktif dan inklusif.

Kementerian Imipas mempersiapkan langkah-langkah konkret agar kebijakan ini tidak hanya sekadar norma hukum, tetapi mampu diimplementasikan secara efektif demi keadilan yang berorientasi pada perbaikan dan pemulihan — bukan sekadar penghukuman. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *