Jakarta – JAGAT BATARA. Kasus korupsi dalam proyek infrastruktur kembali mencoreng wajah pembangunan nasional. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada proyek strategis Tol Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ) atau Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated, yang pengerjaannya berlangsung pada 2016–2017. Dono Parwoto, mantan Kepala Divisi III PT Waskita Karya, resmi dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).
JPU dari Kejaksaan Agung menyatakan, Dono terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp510 miliar. Vonis tersebut mencakup pidana penjara serta pidana tambahan berupa denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dono Parwoto dengan pidana penjara selama delapan tahun, dikurangi masa tahanan sementara, dan menetapkan agar terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara,” ucap jaksa dalam sidang.
Jaksa menjelaskan, Dono didakwa karena mengubah spesifikasi teknis dan menurunkan volume serta mutu material, khususnya steel box girder—komponen utama dalam struktur tol layang. Manipulasi tersebut dilakukan dalam pelaksanaan proyek yang sejatinya menjadi simbol modernisasi infrastruktur jalan tol Indonesia.
Akibat dari perubahan yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak dan spesifikasi teknis itu, negara mengalami kerugian fantastis. Perbuatan Dono dinilai melanggar Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
Tak hanya individu, sejumlah korporasi yang terlibat dalam pengerjaan proyek ini juga ikut dimintai pertanggungjawaban. Jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp510 miliar untuk dikembalikan ke kas negara, dengan rincian:
- PT Waskita Karya: Rp187 miliar
- PT Acset Indonusa Tbk: Rp179 miliar
- KSO Bukaka – Krakatau Steel: Rp142 miliar
Nilai tersebut setara dengan total kerugian negara dalam perkara ini, yang dibebankan sebagai bagian dari tanggung jawab korporasi dalam keterlibatan mereka pada tindak pidana.
Jaksa juga membacakan hal-hal yang meringankan dan memberatkan dalam tuntutannya terhadap Dono. Poin meringankan adalah sikap sopan selama persidangan dan penyesalan atas perbuatannya. Namun, sebagai kontra, jaksa menilai Dono tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tol Layang MBZ merupakan salah satu proyek infrastruktur paling ikonik dalam jaringan tol Trans-Jawa. Namun, kasus ini mengingatkan publik bahwa proyek besar bukan hanya soal pencapaian fisik, tapi juga soal integritas dan tata kelola. Penyidikan terhadap proyek ini mencuatkan kembali kritik terhadap sistem pengawasan dalam pelaksanaan proyek pemerintah, terutama yang melibatkan perusahaan BUMN dan mitra swasta.
Kini, masyarakat menanti: apakah putusan pengadilan nantinya akan mencerminkan keadilan substantif dan menjadi peringatan keras bagi para pelaku korupsi di sektor infrastruktur. (Red)