Headlines

Kemendikbudristek dan Vendor Kembalikan Uang Dolar dan Rupiah ke Kejagung Terkait Kasus Laptop Digitalisasi Pendidikan

ab4430c4 203e 4bfa 938b 5a313a5b9128 169

Jakarta – JAGAT BATARA. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama sejumlah vendor pengadaan mengembalikan uang dalam bentuk dolar dan rupiah kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Pengembalian ini dilakukan terkait kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022 yang kini tengah diusut oleh Kejagung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, membenarkan adanya pengembalian uang dari pihak-pihak terkait. Ia menyebut, uang tersebut dikembalikan karena berasal dari keuntungan tidak sah yang diperoleh dalam proyek pengadaan laptop untuk sekolah.

“Ya, memang informasinya ada beberapa pengembalian uang, baik dalam bentuk rupiah maupun dolar. Tapi jumlah pastinya nanti akan diungkap dalam persidangan. Pengembalian itu berasal dari pihak vendor maupun dari pihak kementerian,” ujar Anang kepada wartawan di Jakarta, Jumat (10/10).

Meski enggan membeberkan nominal pasti, Anang memastikan jumlah uang yang dikembalikan mencapai miliaran rupiah. Pengembalian ini disebut sebagai langkah korektif atas keuntungan yang tidak sah dalam proses pengadaan tersebut.

“Karena mereka memiliki keuntungan yang tidak sah, itu yang dikembalikan. Nominalnya saya belum bisa sampaikan, nanti akan dibuka di persidangan,” jelasnya.

Kejagung sebelumnya telah menetapkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebagai tersangka utama dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan. Program ini dilaksanakan sepanjang 2019 hingga 2022, dengan tujuan menyediakan perangkat laptop untuk menunjang pembelajaran di sekolah, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Dalam program tersebut, Kemendikbudristek mengadakan 1,2 juta unit laptop dengan total anggaran Rp9,3 triliun. Laptop yang disediakan menggunakan sistem operasi Chrome OS (Chromebook). Namun, sistem ini dinilai tidak efektif untuk digunakan di daerah 3T karena keterbatasan jaringan internet, yang menjadi faktor utama kegagalan implementasi program di lapangan.

Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lain, yakni:

  1. Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek periode 2020–2021;
  2. Sri Wahyuningsih, Direktur SD Kemendikbudristek periode 2020–2021;
  3. Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek; dan
  4. Ibrahim Arief, mantan Konsultan Teknologi Kemendikbudristek.

Berdasarkan hasil penyidikan Kejagung, negara mengalami dugaan kerugian mencapai Rp1,98 triliun. Angka tersebut terdiri dari dua komponen utama, yaitu:

  • Rp480 miliar akibat pengadaan Item Software (CDM) yang bermasalah; dan
  • Rp1,5 triliun dari dugaan mark up harga laptop.

Proses hukum terhadap para tersangka kini terus berjalan. Kejagung memastikan seluruh aliran dana, termasuk pengembalian uang oleh kementerian dan vendor, akan menjadi bahan pembuktian di pengadilan.

Dengan adanya pengembalian dana tersebut, penyidik berharap dapat menelusuri lebih dalam struktur keuntungan ilegal dan pertanggungjawaban setiap pihak dalam proyek yang awalnya bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan digital di Indonesia, namun justru berubah menjadi skandal besar yang merugikan keuangan negara. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *