Jakarta – JAGAT BATARA. Sabtu, 9 November 2024. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menyerahkan tersangka berinisial RP, yang diduga menerima suap terkait dengan eksekusi sita utang yang melibatkan PT Pertamina. RP, yang sebelumnya menjabat sebagai panitera di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pondok Bambu, Jakarta Timur sejak 30 Oktober 2024.
Penyalahgunaan Wewenang dalam Eksekusi Sita Utang
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, dalam keterangannya pada Kamis, 7 November 2024, mengungkapkan bahwa RP dicurigai telah menyalahgunakan wewenangnya terkait dengan eksekusi sita utang yang melibatkan PT Pertamina dalam sengketa tanah yang terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. RP, yang menjabat sebagai panitera di PN Jakarta Timur pada periode 2020-2022, diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari terpidana AS, yang merupakan pihak yang mengajukan klaim atas tanah tersebut.
“Dalam eksekusi terkait dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795.PK/PDT/2019, yang melibatkan PT Pertamina sebagai pihak yang dijatuhi kewajiban membayar ganti rugi, RP diduga menerima suap senilai Rp 1 miliar dari terpidana AS untuk mempercepat proses eksekusi. Uang suap tersebut disalurkan melalui saksi DR dalam bentuk cek yang dicairkan dan diserahkan secara bertahap, baik melalui transfer maupun tunai,” jelas Syahron.
Proses Eksekusi dan Implikasi Hukum
Kasus ini bermula dari sengketa antara PT Pertamina dengan seorang individu bernama OO binti Medi terkait dengan tanah seluas sekitar 1,6 hektare di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Di atas lahan tersebut, PT Pertamina membangun sejumlah fasilitas, termasuk Maritime Training Center (MTC) seluas 4.000 meter persegi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) seluas 4.000 meter persegi, dan 20 unit rumah dinas. OO binti Medi mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah tersebut dan mengajukan gugatan ke PN Jakarta Timur pada 2014.
Melalui gugatan yang diajukan, OO binti Medi mengaku memiliki bukti kepemilikan tanah berupa Verponding Indonesia No. C 178, Verponding Indonesia No. C 22, serta Surat Ketetapan Pajak Hasil Bumi No. 28. Setelah melalui proses hukum yang panjang, dari tingkat pertama hingga Peninjauan Kembali (PK) pada tahun 2019, pengadilan memutuskan untuk memenangkan OO binti Medi dan memerintahkan PT Pertamina untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar kepada AS, yang merupakan ahli waris dari pemilik tanah tersebut.
Setelah putusan tersebut dikeluarkan, PN Jakarta Timur melakukan eksekusi dengan menyita sejumlah uang milik PT Pertamina yang terdapat dalam rekening perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran ganti rugi tersebut. Namun, dalam proses eksekusi tersebut, RP diduga terlibat dalam penerimaan suap untuk mempercepat jalannya eksekusi dan pengalihan dana tersebut kepada pihak yang berhak, yaitu AS.
Penanganan Kasus dan Upaya Penegakan Hukum
Syahron menambahkan bahwa RP kini dijerat dengan Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur mengenai larangan penerimaan suap dan kewajiban bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk tidak menyalahgunakan jabatannya demi kepentingan pribadi atau pihak lain.
“Atas perbuatannya, RP akan dijerat dengan pasal-pasal yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kami menyerahkan seluruh berkas perkara dan barang bukti kepada tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tambah Syahron.
Kasus Pemalsuan Dokumen Tanah yang Melibatkan AS
Selain itu, Syahron juga menyebutkan bahwa kasus ini terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen tanah yang melibatkan AS, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pemalsuan surat tanah pada 2022. Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, AS ditemukan bersalah dalam kasus tersebut dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya penahanan terhadap RP, Kejaksaan berharap kasus ini dapat menjadi contoh penting dalam upaya pemberantasan korupsi di lingkungan peradilan dan instansi pemerintah, serta menunjukkan keseriusan dalam menindak tegas praktik-praktik penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara dan masyarakat.
Pentingnya dalam Pengelolaan Eksekusi dan Proses Hukum
Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan berbagai pihak, terutama terkait dengan integritas sistem peradilan di Indonesia. Dengan terungkapnya dugaan suap dalam proses eksekusi sita utang yang melibatkan PT Pertamina, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengimbau agar seluruh proses hukum yang melibatkan aset negara dan pihak swasta dilakukan dengan penuh transparansi dan akuntabilitas.
Sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan penguatan sistem peradilan, Kejaksaan dan lembaga terkait lainnya diharapkan terus meningkatkan pengawasan terhadap proses eksekusi dan pengelolaan perkara yang melibatkan pejabat publik agar tidak ada lagi celah bagi praktik suap dan kolusi yang merugikan keadilan dan kepentingan umum. (Red)