Jakarta – JAGAT BATARA. Selasa, 14 Januari 2025. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah merancang sebuah sistem yang bertujuan untuk memantau secara menyeluruh tuntutan yang diajukan oleh jaksa di seluruh Indonesia. Sistem ini akan terintegrasi mulai dari tingkat daerah hingga ke pusat, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas dalam proses penuntutan di seluruh jajaran kejaksaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Asep Nana Mulyana, dalam konferensi pers pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan 2025 di Hotel Sultan, Jakarta, pada Selasa (14/1/2025). Menurut Asep, salah satu topik penting yang dibahas dalam rakernas kali ini adalah transformasi sistem penuntutan, yang beralih menuju model single prosecution system, serta transformasi lembaga kejaksaan menjadi lebih modern sebagai advocaat generaal.
Transformasi Menuju Sistem Penuntutan Terintegrasi
Asep menjelaskan bahwa tujuan utama dari sistem baru ini adalah untuk menciptakan kebijakan penuntutan yang terintegrasi secara menyeluruh, mulai dari tingkat daerah seperti kabupaten, kota, kejaksaan negeri (kejari), hingga kejaksaan tinggi (kejati), dan akhirnya sampai ke Kejaksaan Agung. Sistem ini akan memastikan bahwa seluruh jaksa di seluruh Indonesia memiliki pedoman yang sama dalam menyusun tuntutan hukum.
“Selama ini, kami harus mendelegasikan seluruh kebijakan yang berkaitan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke daerah. Jaksa di daerah, sebelum mengambil keputusan tentang tuntutan, wajib berkoordinasi dengan Jampidum di Kejaksaan Agung, terutama terkait tuntutan dengan hukuman mati, seumur hidup, percobaan, atau pembebasan,” jelas Asep.
Sistem Pemantauan yang Mengutamakan Indikator dan Parameter yang Jelas
Dengan adanya sistem terintegrasi yang baru ini, Kejaksaan Agung akan dapat memantau secara langsung dan menyeluruh seluruh proses penuntutan yang dilakukan oleh jaksa di berbagai daerah. Meskipun pihak kejaksaan daerah, seperti Kajati dan Kajari, tetap diberikan kebebasan dalam menetapkan kebijakan penuntutan, Asep menegaskan bahwa setiap keputusan harus tetap diukur menggunakan indikator dan parameter yang jelas, yang akan menjadi pedoman bagi jaksa dalam menyusun tuntutannya.
“Dengan sistem ini, kami memberikan kebebasan kepada Kajati dan Kajari untuk merumuskan kebijakan penuntutan di wilayah masing-masing, namun kebijakan tersebut harus tetap mengikuti standar yang telah ditentukan. Kami akan memastikan bahwa setiap tuntutan yang diajukan memenuhi kriteria yang objektif dan terukur,” ungkap Asep.
Sistem Terintegrasi untuk Indonesia Maju 2045
Asep menambahkan bahwa sistem yang sedang disusun ini akan dibangun secara bertahap dan diharapkan dapat menjadi pondasi bagi pencapaian tujuan besar Indonesia Maju pada tahun 2045. Dengan sistem penuntutan yang lebih terstruktur, diharapkan kualitas dan akuntabilitas proses hukum di Indonesia dapat semakin meningkat, serta mendukung terciptanya sistem peradilan yang lebih transparan dan efisien.
“Ini adalah langkah awal menuju sistem yang lebih terintegrasi dan profesional. Kami yakin, dengan adanya sistem ini, Kejaksaan Agung dapat berperan lebih efektif dalam menciptakan keadilan yang merata dan transparan di seluruh Indonesia,” tambah Asep.
Kesimpulan
Rencana pembangunan sistem pemantauan tuntutan jaksa yang terintegrasi ini merupakan terobosan penting dalam transformasi sistem peradilan di Indonesia. Dengan sistem yang lebih terstruktur dan terpantau, diharapkan tidak hanya meningkatkan kualitas penuntutan, tetapi juga memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam sistem peradilan pidana di seluruh Indonesia. Ini adalah langkah strategis dalam mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan berkeadilan pada tahun 2045. (Red)