Jakarta – JAGAT BATARA. Rabu, 13 November 2024. Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh *Andhi Pramono, mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar. Dengan ditolaknya kasasi tersebut, Andhi tetap dijatuhi hukuman *12 tahun penjara seperti yang diputuskan dalam putusan banding sebelumnya. Putusan ini sekaligus menegaskan komitmen aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, terutama di instansi strategis seperti Bea-Cukai.
Amar Putusan Kasasi Ditolak
Kasasi dengan nomor perkara 6716 K/PID.SUS/2024 yang diajukan oleh Andhi Pramono pada 2024 itu, diputuskan pada *24 Oktober 2024. Putusan tersebut diterbitkan oleh *Majelis Hakim Kasasi yang diketuai oleh *Dwiarso Budi Santiarto, dengan anggota hakim *Arizon Mega Jaya dan *Sutarjo. Menurut informasi yang tercantum di situs resmi Mahkamah Agung, amar putusan menyatakan *”Tolak”** permohonan kasasi yang diajukan oleh Andhi. Proses minutasi (penyusunan dokumen putusan) sedang dilakukan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Proses Hukum Sebelumnya
Sebelum kasasi, pada tahap *pengadilan tingkat pertama, *Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis kepada Andhi Pramono dengan hukuman 10 tahun penjara serta denda sebesar *Rp 1 miliar. Ia dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana *gratifikasi sebesar Rp 58 miliar yang berkaitan dengan jabatan yang diembannya sebagai Kepala Bea-Cukai Makassar.
Dalam putusannya, hakim menilai bahwa tindakan Andhi Pramono telah bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik korupsi. Perbuatan tersebut tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencoreng citra institusi Bea-Cukai yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan dan pemungutan bea masuk secara transparan dan akuntabel.
Banding dan Vonis Diperberat
Meskipun merasa tidak terima dengan vonis tersebut, Andhi Pramono mengajukan banding ke *Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam sidang banding yang digelar, *Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Andhi menjadi 12 tahun penjara, serta tetap mengharuskan pembayaran denda yang telah diputuskan oleh pengadilan tingkat pertama.
Menurut majelis hakim banding, peningkatan vonis tersebut dilakukan untuk mencerminkan seriusnya perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Andhi, mengingat besarnya nilai gratifikasi yang diterima dan dampaknya terhadap integritas institusi pemerintahan.
Status Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Selain dihukum atas kasus gratifikasi, Andhi Pramono juga masih menghadapi proses hukum lain yang sedang berjalan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Andhi Pramono sebagai tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penyidik KPK menduga bahwa Andhi menggunakan hasil gratifikasi yang diterimanya untuk melakukan tindak pidana pencucian uang, yang melibatkan pengalihan aset dan transaksi keuangan yang diduga untuk menyembunyikan asal usul harta tersebut.
Pernyataan Mahkamah Agung dan Dampak Hukum
Dengan ditolaknya kasasi ini, hukuman 12 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Andhi Pramono menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Artinya, Andhi harus menjalani hukuman penjara tersebut, kecuali ada upaya hukum lain yang bisa diajukan, seperti permohonan grasi.
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya di instansi yang memiliki kekuasaan besar dalam pengawasan dan penarikan pajak, seperti Bea-Cukai. Keputusan Mahkamah Agung untuk menolak kasasi ini diharapkan menjadi pesan yang jelas bagi semua pihak bahwa tindak pidana korupsi, terutama yang melibatkan pejabat publik, tidak akan ditoleransi.
Kesimpulan
Dengan ditolaknya kasasi yang diajukan oleh Andhi Pramono, hukuman 12 tahun penjara yang dijatuhkan kepadanya tetap berlaku, dan ia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Selain itu, proses hukum lainnya, termasuk penyidikan terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), masih terus berlanjut. Diharapkan, putusan ini dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh aparat negara untuk menjaga integritas dan menghindari praktik korupsi dalam melaksanakan tugasnya. (Red)