Headlines

Kapolri Tanggapi Singkat Penempatan TNI di Kejaksaan: “Sinergi TNI-Polri Semakin Oke”

Screenshot 2025 05 15 112526

Jakarta — JAGAT BATARA. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan tanggapan singkat terkait pengerahan prajurit TNI untuk menjaga kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Saat ditemui di kantor Kementerian Hukum dan HAM pada Rabu (14/5), Kapolri hanya menegaskan bahwa sinergi antara Polri dan TNI semakin baik.

“Yang jelas sinergisitas TNI-Polri semakin oke,” ujar Kapolri sambil menggenggam
tangan, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut.

Pengerahan TNI Berdasarkan Telegram Panglima

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan Telegram Nomor TR/442/2025 tertanggal 6 Mei 2025, yang memerintahkan pengerahan personel dan peralatan TNI untuk mendukung pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pengamanan oleh TNI di lingkungan kejaksaan telah berlangsung selama enam bulan terakhir. Ia menambahkan bahwa pengamanan ini dilakukan sebagai langkah antisipatif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan.

Kritik dari Indonesia Police Watch (IPW)

Langkah pengerahan TNI untuk menjaga kantor kejaksaan mendapat kritik dari Indonesia Police Watch (IPW). Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, menilai bahwa tindakan tersebut melanggar konstitusi, khususnya UUD 1945 dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri.

“IPW menilai pengerahan pengamanan TNI di institusi Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri melanggar konstitusi UUD 1945 dan TAP MPR VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri,” ujar Sugeng dalam siaran persnya pada Senin (12/5).

Sugeng menambahkan bahwa TAP MPR VII/2000 secara tegas menyatakan bahwa TNI berperan dalam pertahanan negara, bukan sebagai aparat keamanan. Menurutnya, langkah ini bisa mengganggu keseimbangan antar-lembaga negara serta mengaburkan batas-batas fungsi institusi di negara hukum.

Sejumlah pihak, termasuk Koalisi Sipil dan Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi Indonesia (ADIHGI), mendesak Panglima TNI untuk mengkaji ulang perintah dalam Telegram tersebut. Mereka menilai bahwa pengerahan TNI untuk tugas pengamanan sipil seperti ini dapat menimbulkan pelanggaran terhadap supremasi sipil, distorsi fungsi pertahanan, dan ancaman terhadap netralitas militer.

Ketua Umum ADIHGI, Edi Hasibuan, menyatakan bahwa kebijakan ini kurang tepat dan perlu dikaji ulang agar tidak menabrak aturan. Ia menambahkan bahwa tugas TNI sesuai aturan adalah pertahanan keamanan dan tidak ada urusan dengan penegakan hukum.

Kapuspen TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi menjelaskan bahwa pengerahan prajurit TNI untuk pengamanan kejaksaan merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif. Kerja sama ini tertuang dalam Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023 antara TNI dan Kejaksaan RI.

Kristomei menegaskan bahwa perbantuan TNI kepada Kejaksaan tersebut merupakan bagian dari kerja sama resmi antara kedua institusi dan telah berjalan sebelumnya. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai dasar hukum publik yang transparan terkait pengerahan tersebut.

Pengerahan prajurit TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Sementara Kapolri menekankan sinergi antara TNI dan Polri, berbagai pihak menyoroti potensi pelanggaran konstitusi dan meminta peninjauan ulang terhadap kebijakan tersebut. Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi yang komprehensif dari pemerintah mengenai dasar hukum dan urgensi pengerahan TNI dalam pengamanan institusi kejaksaan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *