Jakarta – JAGAT BATARA. Selasa, 24 Desember 2024. Pengusaha Harvey Moeis, yang terjerat dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk, divonis hukuman penjara selama 6,5 tahun oleh majelis hakim. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hakim untuk menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, serta uang pengganti sebesar Rp 210 miliar. Keputusan tersebut langsung mendapat perhatian dari Kejaksaan Agung, yang menyatakan belum memutuskan langkah hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan untuk mengajukan banding.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait putusan tersebut. “Menurut hukum acara, Jaksa Penuntut Umum memiliki waktu tujuh hari setelah putusan pengadilan untuk mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan. Kami masih menunggu sikap dari JPU,” ujar Harli Siregar saat dikonfirmasi, Senin (23/12/2024).
Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan JPU
Harvey Moeis divonis bersalah dalam perkara korupsi terkait pengelolaan izin usaha pertambangan (IUP) timah PT Timah Tbk selama periode 2015-2022, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara, yang lebih rendah daripada tuntutan JPU yang menginginkan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Selain itu, Harvey juga dijatuhi hukuman tambahan berupa denda sebesar Rp 1 miliar, yang jika tidak dibayar, akan diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan.
Lebih lanjut, hakim memutuskan agar Harvey membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Jika tidak dapat membayar, harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Apabila hasil lelang tidak mencukupi, maka hukuman penjara akan diperpanjang untuk menggantikan jumlah yang belum terbayar.
Pertimbangan Hukum dalam Tuntutan dan Vonis
Mengenai perbedaan antara tuntutan JPU dan vonis yang dijatuhkan oleh hakim, Harli Siregar menegaskan bahwa besaran tuntutan yang diajukan oleh jaksa sudah berdasarkan pertimbangan hukum yang matang, termasuk faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. “Tuntutan jaksa telah disusun berdasarkan berbagai pertimbangan hukum, yang mencakup aspek yang memberatkan serta hal-hal yang meringankan bagi terdakwa,” ujar Harli.
Dalam pertimbangan hakim, beberapa hal memberatkan dijadikan alasan untuk menjatuhkan vonis terhadap Harvey. Salah satunya adalah kenyataan bahwa perbuatan Harvey tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun, hakim juga mencatat beberapa hal yang meringankan, di antaranya adalah fakta bahwa Harvey belum pernah dihukum sebelumnya, bersikap sopan selama persidangan, serta memiliki tanggungan keluarga.
Pelaksanaan Hukuman dan Tindak Lanjut Kasus
Harvey dinyatakan bersalah melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Meskipun divonis lebih ringan, putusan ini tetap menunjukkan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana korupsi yang merugikan negara dalam skala besar.
Sementara itu, Kejaksaan Agung mengingatkan bahwa keputusan akhir terkait langkah hukum yang akan diambil pasca-vonis, termasuk kemungkinan banding, masih akan diputuskan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam waktu dekat. Apapun keputusan yang diambil, Kejaksaan Agung memastikan akan terus memantau pelaksanaan putusan dan berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dengan penuh integritas dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Red)