Headlines

Hakim Tentukan Kerugian Negara Sendiri dalam Kasus Korupsi Proyek KA Besitang-Langsa: Tak Sejalan dengan BPKP

Screenshot 20241125 150900 Whats App 99533be403

Jakarta – JAGAT BATARA. Kamis, 28 November 2024. Dalam sidang kasus korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengambil langkah tegas dengan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam audit BPKP, kerugian negara akibat penyimpangan dalam proyek ini diperkirakan mencapai Rp1.157.087.853.322 (sekitar Rp1,1 triliun). Namun, menurut pendapat majelis hakim, angka tersebut jauh terlalu tinggi dan tidak mencerminkan kerugian yang sebenarnya.

Kerugian Negara yang Ditetapkan Hakim

Ketua Majelis Hakim, Djuyamto, dengan tegas menyatakan bahwa kerugian negara dalam perkara ini hanya sebesar Rp30.885.165.420 (sekitar Rp30,8 miliar). Pernyataan ini disampaikan setelah hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

“Menimbang bahwa dengan demikian, menurut pendapat majelis hakim, besarnya kerugian keuangan negara yang timbul dalam perkara ini adalah sebesar Rp30.885.165.420,” ungkap Djuyamto saat membacakan pertimbangan putusan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (25/11/2024).

Djuyamto menjelaskan bahwa metode yang digunakan oleh BPKP, yaitu total loss (kerugian total), tidak tepat diterapkan dalam konteks proyek ini. Metode tersebut menghitung seluruh dana yang dikeluarkan negara sebagai kerugian, meskipun dalam kenyataannya, beberapa pekerjaan sudah dilaksanakan dan material konstruksi telah dibeli dengan anggaran negara.

Menurut majelis hakim, para terdakwa tidak menikmati seluruh uang yang dialokasikan untuk proyek tersebut, yang nilainya mencapai Rp1,1 triliun. Oleh karena itu, barang yang telah dibeli dan pekerjaan yang sudah terlaksana harus dipertimbangkan dalam perhitungan kerugian negara yang lebih rasional.

“Majelis hakim menghitung sendiri besarnya kerugian negara yang timbul dengan merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, yang mengatur tentang cara menghitung kerugian negara dalam kasus-kasus korupsi,” tegasnya.

Vonis Tindak Pidana Korupsi

Dalam perkara ini, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman pidana terhadap sejumlah terdakwa yang terlibat dalam praktik korupsi proyek jalur kereta api Besitang-Langsa. Salah satu terdakwa, *Nur Setiawan Sidik, yang menjabat sebagai Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara pada periode 2016-2017, dijatuhi hukuman penjara selama *empat tahun.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nur Setiawan Sidik dengan pidana penjara selama empat tahun,” ujar Djuyamto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Selain pidana penjara, Nur Setiawan Sidik juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp250 juta yang subsider dengan hukuman kurungan selama tiga bulan. Lebih lanjut, ia diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar *Rp1,5 miliar. Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Apabila uang yang diperoleh dari pelelangan tidak mencukupi, terdakwa akan menjalani hukuman tambahan selama *satu tahun penjara.

Vonis bagi Terdakwa Lainnya

Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman terhadap dua terdakwa lainnya, yakni *Amanna Gappa, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2017-2018, dan **Freddy Gondowardojo, Beneficial Owner PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana. Keduanya masing-masing dijatuhi hukuman **penjara selama 4,5 tahun, denda **Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti: *Rp3,28 miliar untuk Amanna Gappa dan Rp1,53 miliar untuk Freddy Gondowardojo. Jika tidak membayar uang pengganti, mereka akan menjalani hukuman tambahan berupa 1,5 tahun penjara.

Sementara itu, *Arista Gunawan, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, dijatuhi hukuman *empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan. Namun, hakim memutuskan bahwa Arista Gunawan tidak diwajibkan untuk membayar uang pengganti, mengingat ia tidak terbukti menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan.

Penegakan Hukum yang Tegas dan Berkeadilan

Putusan majelis hakim ini menggarisbawahi pentingnya evaluasi yang cermat dalam perhitungan kerugian negara dalam setiap kasus korupsi, serta menegakkan keadilan tanpa terkecuali bagi setiap pihak yang terlibat. Dengan perbedaan yang mencolok antara hasil audit BPKP dan penilaian hakim, perkara ini menjadi salah satu contoh penting dalam praktik hukum di Indonesia, yang menunjukkan independensi pengadilan dalam menilai bukti dan fakta yang ada di persidangan.

Keputusan ini diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap para pelaku korupsi, serta mengingatkan bahwa pengelolaan anggaran negara harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan transparansi demi kepentingan masyarakat dan negara. (Red)

Please follow and like us:
icon Follow en US
Pin Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow by Email
Pinterest
LinkedIn
Share
Instagram
Telegram
Wechat