Jakarta – JAGAT BATARA. Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik, resmi dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Ia terbukti menerima suap dalam kasus kontroversial vonis bebas Ronald Tannur, terdakwa dalam kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Usai persidangan, Erintuah menyampaikan penyesalannya atas tindakan yang telah dilakukan.
“Penyesalan? Menyesal dong, makanya kan kita di persidangan sudah menyesal,” ujar Erintuah kepada awak media setelah sidang.
Erintuah juga menanggapi permohonan justice collaborator (JC) yang sempat dia ajukan, namun ditolak oleh majelis hakim. Ia menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada kewenangan pengadilan.
“Ya itu kan ada kewenangan majelis hakim, ya sudah. Kita kan berusaha, pendapatnya seperti itu, apa yang mau kita katakan ya,” ujarnya pasrah.
Suap Miliaran Rupiah Demi Vonis Bebas
Dalam kasus ini, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya didakwa menerima suap senilai Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (setara sekitar Rp 3,6 miliar) untuk memuluskan vonis bebas terhadap Ronald Tannur. Ketiga hakim itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Jaksa Penuntut Umum menjelaskan bahwa uang suap diberikan kepada ketiganya saat mereka sedang menangani perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, yang diajukan ke PN Surabaya berdasarkan Penetapan Wakil Ketua PN Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tertanggal 5 Maret 2024.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, yaitu menerima hadiah atau janji berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu,” tegas jaksa.
Peran Ibu Terdakwa dan Rantai Suap
Kasus bermula dari proses hukum terhadap Ronald Tannur, yang dituduh menyebabkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Merasa khawatir dengan nasib anaknya, Meirizka Widjaja, ibu Ronald, meminta bantuan seorang pengacara bernama Lisa Rahmat untuk mengurus perkara tersebut.
Lisa kemudian menemui Zarof Ricar, seorang mantan pejabat Mahkamah Agung, untuk mencarikan jalur agar Ronald bisa dibebaskan. Zarof pun menghubungi jaringan hakim di PN Surabaya dan menyusun strategi pemberian suap. Hasilnya, vonis bebas dijatuhkan kepada Ronald.
Namun skema ini terbongkar, dan proses hukum menjerat para pelaku suap, termasuk ketiga hakim.
Vonis Ronald Tannur Direvisi oleh MA
Setelah vonis bebas yang menuai kontroversi itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasi, MA membatalkan vonis bebas dan menghukum Ronald Tannur dengan pidana penjara selama 5 tahun.
Kasus ini menjadi sorotan publik nasional karena menyangkut integritas hakim, praktik mafia peradilan, dan keadilan bagi korban kekerasan. Vonis terhadap Erintuah Damanik menjadi pengingat keras atas pentingnya independensi dan integritas dalam sistem peradilan Indonesia. (Red)