Headlines

Fenomena Rokok Murah Banjiri Pasar, Dirjen Bea Cukai Ungkap Dampaknya pada Penerimaan Negara

Screenshot 2025 07 28 165436

Jakarta – JAGAT BATARA. Fenomena banjirnya rokok murah di Indonesia menjadi sorotan utama pemerintah di tengah dinamika industri hasil tembakau nasional. Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Djaka Budhi Utama, memaparkan bahwa tren konsumsi masyarakat kini mengalami pergeseran signifikan dari sigaret kretek mesin (SKM) ke sigaret kretek tangan (SKT) yang jauh lebih murah.

Fenomena ini dikenal dengan istilah downtrading, yakni perpindahan konsumen ke produk dengan harga lebih rendah, dan dinilai berkontribusi besar terhadap perubahan pola penerimaan cukai negara meskipun tidak ada kenaikan tarif cukai pada 2025.

“Khususnya pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin ke sigaret kretek tangan atau jenis rokok dengan harga lebih terjangkau turut menjadi faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut,” ujar Djaka, dikutip pada Senin (28/7/2025).

Meski terjadi penurunan produksi rokok, pemerintah mencatat pertumbuhan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar 7,3% pada semester I-2025, dengan total penerimaan mencapai Rp 109,2 triliun. Pertumbuhan ini terjadi tanpa adanya kebijakan kenaikan tarif cukai, melainkan hanya penyesuaian pada harga jual eceran rokok.

Namun, tren produksi rokok menunjukkan penurunan yang cukup konsisten sejak 2022:

  • 2022: Produksi 323,9 miliar batang | Cukai Rp 218,3 triliun | Tarif naik 12%
  • 2023: Produksi 318,1 miliar batang | Cukai Rp 213,5 triliun | Tarif naik 10%
  • 2024: Produksi 317,4 miliar batang | Cukai Rp 216,9 triliun | Tarif tetap 10%
  • Semester I 2025: Produksi hanya 142,6 miliar batang

Jika dibandingkan semester I-2024 yang mencatat 146,18 miliar batang, maka produksi pada semester I-2025 turun 2,5% secara tahunan (year-on-year).

Kondisi semakin mencemaskan pada bulan Juni 2025, di mana produksi rokok hanya mencapai 24,8 miliar batang. Angka ini menurun 5,7% dibanding Mei 2025 (month to month) dan merosot 3,2% dibandingkan Juni 2024 (year on year). Padahal, produksi pada Mei 2025 sempat melonjak ke titik tertinggi sepanjang tahun ini, yakni 26,3 miliar batang.

Secara historis, data produksi rokok periode Januari–Juni 2025 menjadi yang terendah dalam delapan tahun terakhir, kecuali pada 2023. Hal ini memperkuat sinyal bahwa industri rokok terus menghadapi tantangan, baik dari sisi regulasi, pergeseran preferensi konsumen, hingga tekanan ekonomi.

Meski tren konsumsi rokok murah berpotensi menekan pendapatan negara, Dirjen Bea Cukai Djaka Budhi Utama tetap optimistis penerimaan kepabeanan dan cukai bisa dipertahankan sepanjang tahun 2025. Ia menyebut pemerintah telah menyiapkan enam strategi utama untuk menjaga kesinambungan penerimaan negara:

1. Intensifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT)

  • Dengan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebagai bantalan kebijakan sosial dan fiskal.

2. Intensifikasi tarif bea masuk pada komoditas tertentu

  • Untuk meningkatkan kontribusi dari perdagangan luar negeri.

3. Ekstensifikasi barang kena cukai baru

  • Dengan memperluas jenis produk yang dapat dikenai cukai.

4. Perluasan basis penerimaan bea keluar

  • Melibatkan lebih banyak komoditas strategis ekspor untuk memberikan kontribusi terhadap kas negara.

5. Penguatan nilai pabean dan klasifikasi barang yang adaptif

  • Untuk menciptakan sistem klasifikasi yang lebih relevan dengan dinamika perdagangan modern.

6. Penguatan program kolaboratif antarunit di Kementerian Keuangan

  • Untuk memastikan kebijakan fiskal dan pengawasan lapangan berjalan efektif dan efisien.

“Dengan tetap menjaga keseimbangan antara fasilitasi dan pengawasan serta adaptif terhadap dinamika perekonomian global dan nasional,” tegas Djaka.

Fenomena rokok murah bukan hanya soal pergeseran konsumsi masyarakat, tetapi juga menyangkut ketahanan fiskal negara. Dalam kondisi di mana produksi menurun namun penerimaan tetap tumbuh, strategi adaptif dan kolaboratif dari pemerintah menjadi kunci utama menjaga arus kas negara tetap sehat.

Pemerintah kini menghadapi tantangan ganda: mengontrol konsumsi produk tembakau demi kesehatan publik, sekaligus memastikan bahwa sektor ini tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap APBN. (MP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *