Bandung – JAGAT BATARA. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat resmi menahan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung periode 2013–2018 berinisial YI, terkait dugaan tindak pidana korupsi aset lahan milik Pemerintah Kota Bandung yang digunakan untuk operasional Kebun Binatang Bandung.
Penahanan YI dilakukan berdasarkan surat penetapan tersangka nomor TAP-37/M.2/Fd.2/05/2025. Penahanan ini menyusul dua tersangka sebelumnya, yakni S dan RBB, petinggi Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) selaku pengelola Bandung Zoo, yang telah lebih dulu ditahan.
“Setelah dilakukan pemeriksaan selama kurang lebih delapan jam, tersangka YI dilakukan penahanan di Rutan Kebon Waru selama 20 hari, terhitung sejak 23 Mei 2025 hingga 11 Juni 2025,” ujar Kasi Penkum Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya, dalam keterangan resminya, Sabtu (24/5/2025).
Tersangka YI diduga secara melawan hukum telah menguasai aset negara berupa tanah milik Pemerintah Kota Bandung, yang selama ini digunakan sebagai lahan Kebun Binatang Bandung oleh YMT. Aset tersebut merupakan bagian dari Barang Milik Daerah (BMD) yang tercatat di Kartu Inventaris Barang (KIB) Model A Pemkot Bandung sejak tahun 2005, dengan luas mencapai 139.943 meter persegi (sekitar 14 hektare).
Lahan tersebut awalnya disewakan kepada YMT hingga kontraknya berakhir pada 30 November 2007, dan tidak pernah diperpanjang. Meski demikian, pengelola kebun binatang tetap menggunakan lahan itu tanpa membayar sewa kepada Pemkot, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian besar terhadap keuangan negara.
Kejati Jabar mengungkapkan bahwa selama periode 2017 hingga 2020, dua tersangka dari YMT, yakni S (Sri) dan RBB (Bisma), diketahui tetap menarik uang sewa lahan dari pihak lain tanpa dasar hukum. Total dana yang terkumpul mencapai Rp6 miliar, dan diduga digunakan untuk keperluan pribadi serta keluarga salah satu pengurus yayasan bernama JS.
“Pada tahun 2017 sampai 2020, tersangka S telah menerima uang sewa lahan Kebun Binatang bersama-sama dengan tersangka RBB sebesar Rp 6 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga dari JS,” ujar pejabat Kejati, Cahya.
Atas dugaan perbuatannya, YI dijerat dengan pasal berat, yaitu:
- Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001,
- Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta dalam tindak pidana.
Pasal tersebut mengatur hukuman pidana bagi pejabat yang terbukti secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Kejati Jabar menegaskan bahwa penyidikan terhadap kasus ini masih terus dikembangkan. Tidak tertutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka jika ditemukan bukti keterlibatan pihak lain.
“Proses hukum akan berjalan transparan. Kami memastikan semua pihak yang terbukti terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Nur Sricahyawijaya.
Dengan penahanan YI, publik kembali diingatkan akan pentingnya pengawasan terhadap pengelolaan aset daerah, agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan merugikan keuangan negara. Kasus ini juga menjadi ujian komitmen aparat penegak hukum dalam menindak tegas korupsi di sektor aset publik. (Red)