Jakarta – JAGAT BATARA. Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia resmi melaporkan dugaan pelanggaran etik terkait penggunaan dan pengadaan pesawat jet pribadi (private jet) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tahun anggaran 2024. Laporan ini dilayangkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), menyusul temuan-temuan janggal yang mengindikasikan adanya penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan non-pemilu.
Laporan pertama disampaikan ke KPK pada Rabu (7/5/2025). Dalam keterangannya, peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono, mengungkapkan indikasi penggelembungan nilai kontrak pengadaan private jet yang melebihi pagu anggaran resmi.
“Salah satunya adalah nilai kontrak melebihi pagu. Detail pagunya Rp 46 miliar, sementara dari dua kontrak yang kami temukan—yang ditandatangani pada Januari dan Februari 2024—total nilainya mencapai Rp 65 miliar,” ungkap Agus.
Ia juga menyoroti kurangnya transparansi KPU dalam menyampaikan informasi mengenai rencana pengadaan pesawat jet tersebut. Agus menyebut bahwa informasi pengadaan hanya dipublikasikan secara sederhana, tanpa rincian komprehensif.
Tak hanya soal anggaran, dugaan penyimpangan juga muncul dari pola penggunaan pesawat jet tersebut. Zakki Amali, peneliti dari Trend Asia, menyebutkan bahwa sebagian besar rute perjalanan KPU menggunakan private jet tidak mengarah ke wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), melainkan ke kota-kota besar yang dapat dijangkau oleh penerbangan komersial.
“Dari sekitar 59 perjalanan yang dianalisis, sekitar 60 persen menuju daerah-daerah seperti Bali, Surabaya, Banjarmasin, Malang, yang sebenarnya bisa dijangkau dengan pesawat komersial biasa,” ujar Zakki.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa fasilitas negara digunakan tidak sesuai peruntukan, dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Menanggapi laporan tersebut, KPK menyatakan apresiasi atas partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran publik. Pihak KPK menyebut akan menelaah laporan secara menyeluruh untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
Sementara itu, TI Indonesia kembali melaporkan dugaan pelanggaran etik ini ke DKPP RI pada Kamis (22/5/2025), dengan menyertakan nama-nama pejabat tinggi KPU yang dianggap bertanggung jawab, yakni Ketua KPU RI, seluruh anggota KPU RI, dan Sekretaris Jenderal KPU.
Pelaporan ini mengacu pada Pasal 9, 13, 14, 15, 16, dan 18 dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
“Sejak perencanaan, pengadaan sewa private jet sudah bermasalah. Pengadaan dilakukan lewat e-katalog tertutup, yang kami curigai sebagai pintu masuk potensi suap,” lanjut Agus.
Ia juga menyoroti bahwa perusahaan penyedia jasa jet yang ditunjuk oleh KPU merupakan entitas baru yang berdiri pada 2022 dan belum memiliki rekam jejak memenangkan tender sejenis.
Dalam laporan ke DKPP, TI Indonesia mengungkap dua kontrak yang diunggah melalui laman LPSE. Dari dokumen tersebut, ditemukan adanya indikasi markup yang menambah keraguan terhadap integritas proses pengadaan. Apalagi perusahaan tersebut tidak tercatat memiliki pengalaman proyek sejenis, sehingga menambah kekhawatiran akan adanya praktik nepotisme atau konflik kepentingan.
Kasus ini membuka tabir baru dalam pengawasan dana publik menjelang dan saat pemilu. Laporan dari ketiga lembaga ini mencerminkan harapan masyarakat agar lembaga penyelenggara pemilu menjalankan tugas dengan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip demokrasi.
Dengan proses telaah oleh KPK dan potensi sidang etik di DKPP, publik kini menanti sejauh mana kebenaran di balik penggunaan private jet oleh KPU akan diungkap, dan apakah para penyelenggara pemilu akan mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran tersebut secara terbuka. (Red)