Kota Sukabumi – JAGAT BATARA. Jumat, 16 Mei 2025, Kepala Sekolah SMP Negeri 14 Kota Sukabumi, Villal Saiful, M.Pd., hingga hari ini belum memberikan tanggapan atas dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mencuat dalam tiga tahun terakhir, yakni dari 2022 hingga 2024. Padahal, surat resmi permintaan hak jawab telah dikirimkan oleh Kepala Biro Seputar Jagat News Kota Sukabumi, Dudung S., sejak 7 Mei 2025. Namun, surat tersebut belum mendapatkan balasan maupun klarifikasi dari pihak sekolah.
Dugaan penyimpangan ini mulai mencuat setelah beredar informasi dari sejumlah pihak mengenai indikasi tidak transparannya penggunaan dana BOS di SMPN 14. Dana yang semestinya diperuntukkan bagi operasional sekolah dan peningkatan mutu pendidikan diduga tidak sepenuhnya digunakan sesuai peruntukannya.
Berdasarkan data yang diperoleh tim redaksi, pada tahun 2022, SMPN 14 menerima dana BOS sebanyak tiga tahap dengan total anggaran sebesar Rp792.840.000. Dari jumlah tersebut, tercatat bahwa pembayaran honor untuk guru honorer mencapai Rp217.058.000. Pada tahun 2023, dana BOS yang diterima mencapai Rp822.649.981, dengan total honor guru sebesar Rp184.600.000. Sementara pada tahun 2024, sekolah menerima dana BOS sebesar Rp857.278.600, dan pembayaran honor guru tercatat sebesar Rp205.422.000.
Namun demikian, informasi yang dihimpun dari bagian tata usaha SMPN 14 yang berinisial Ai pada 21 April 2025 mengungkapkan bahwa jumlah guru tidak tetap (GTT) yang dibayar melalui dana BOS hanyalah enam orang, bukan delapan seperti yang tertera dalam data Dapodik. Honor yang dibayarkan kepada para guru honorer tersebut pun dihitung berdasarkan jam mengajar, yakni sebesar Rp55.000 per jam dari tahun 2022 hingga 2024, dan naik menjadi Rp57.000 di tahun 2025.
Lebih lanjut, Ai menyebutkan bahwa tenaga kependidikan yang dibiayai oleh dana BOS terdiri dari satu orang operator sekolah dengan honor sebesar Rp1,2 juta per bulan, satu orang satpam yang sebelumnya menerima Rp1,5 juta dan kini Rp1.575.000 per bulan, serta dua orang petugas kebersihan yang masing-masing menerima Rp1.175.000 per bulan.
Jika dihitung berdasarkan jumlah jam mengajar dan jumlah GTT aktif, maka total pembayaran honor guru selama satu tahun diperkirakan hanya sebesar Rp95.040.000. Sementara itu, honor operator, satpam, dan dua petugas kebersihan secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp41.400.000 per tahun. Dengan demikian, total pembayaran honor per tahun untuk semua tenaga honorer dan pendukung hanya berkisar Rp155.040.000.
Angka ini menimbulkan kejanggalan jika dibandingkan dengan total dana BOS yang tercantum dalam laporan resmi sekolah. Pada tahun 2022, tercatat anggaran pembayaran honor guru mencapai Rp217.058.000, yang berarti terdapat selisih sebesar kurang lebih Rp62.018.000. Tahun 2023 juga menunjukkan selisih dugaan sebesar Rp29.560.000, dan pada 2024, selisih mencapai sekitar Rp50.382.000. Kelebihan dana ini belum jelas digunakan untuk apa, karena tidak ditemukan laporan pertanggungjawaban yang menjelaskan penggunaan anggaran tersebut secara rinci.
Keanehan lainnya adalah laporan penggunaan dana BOS yang selalu tampak “habis terpakai” dalam dokumen pelaporan, namun beberapa bagian pengeluaran tidak bisa dijelaskan secara transparan. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya penggunaan kuitansi fiktif atau mark-up biaya dalam pelaporan.
Menanggapi hal ini, seorang pemerhati pendidikan dan penggiat anti korupsi di Sukabumi, yang dikenal dengan inisial MP, menyampaikan kekhawatirannya. Ia mengatakan bahwa praktik ketidaktransparanan seperti ini kerap terjadi di sekolah-sekolah negeri. Menurutnya, lemahnya pengawasan dari dinas pendidikan menjadi faktor utama mengapa penyimpangan seperti ini bisa terjadi berulang kali.
“Ketidaktransparanan dalam pengeluaran dan potensi penggunaan kuitansi fiktif menjadi masalah serius. Dinas pendidikan seharusnya lebih teliti dan aktif dalam melakukan pengawasan. Jika kepala sekolah tidak mau memberikan hak jawab, hal itu justru memperkuat dugaan adanya masalah dalam pengelolaan dana BOS di sekolah tersebut,” ujar MP.
Sementara itu, masyarakat dan pemerhati pendidikan menantikan keterbukaan dari Kepala SMPN 14 Kota Sukabumi. Sikap bungkam atas permintaan hak jawab yang sah justru memperkeruh suasana dan menambah kecurigaan publik. Padahal, sebagai pejabat publik yang bertanggung jawab atas dana negara, transparansi merupakan kewajiban moral dan hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala SMPN 14, Villal Saiful, M.Pd., belum memberikan klarifikasi ataupun tanggapan apa pun. Lalu, pertanyaannya: ada apa sebenarnya dengan pengelolaan Dana BOS di SMPN 14 Kota Sukabumi? (DS)