Headlines

Christine Desima Arthauli, Camat Perempuan Pertama di Depok: Simbol Kepemimpinan Inklusif dan Humanis

Depok — JAGAT BATARA. Dalam momentum pelantikan 97 Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Depok, satu sosok mencuri perhatian publik: Christine Desima Arthauli, satu-satunya camat perempuan yang kini dipercaya memimpin Kecamatan Sukmajaya. Kehadirannya bukan sekadar peristiwa administratif, melainkan simbol kuat perubahan arah kepemimpinan yang lebih inklusif dan progresif di bawah Wali Kota Depok, Supian Suri.

Christine menjadi sorotan karena berada di antara dominasi pria dalam jajaran camat yang dilantik. Namun bukan hanya karena gender, melainkan karena semangat dan pandangan kepemimpinannya yang membawa angin segar bagi birokrasi lokal.

“Kami meyakini Bu Christine akan bisa beradaptasi dan gak kalah dengan yang lain. Masyarakat Sukmajaya itu masyarakat yang modern, masyarakat yang maju. Jadi tidak boleh lagi ada diskriminasi karena istilah minoritas,” ujar Wali Kota Supian Suri, seperti dikutip dari berita.depok.go.id.

Ia menegaskan bahwa keberagaman bukan penghalang dalam pelayanan publik. Justru menjadi kekuatan untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan adil.

Sebagai alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Christine menyatakan kesiapannya untuk mengemban amanat baru ini. Ia menyambut tugasnya dengan optimisme dan tekad kuat untuk membangun Sukmajaya sebagai wilayah yang maju dan ramah bagi seluruh warganya.

“Saya bangga dan bahagia mendapat amanat ini. Sukmajaya, sesuai namanya, harus menjadi tempat yang membawa kebahagiaan bagi warganya. Jiwa dan tubuh kita harus bahagia,” ujarnya.

Langkah awal yang dirancang Christine adalah menyatukan seluruh elemen masyarakat dan pemerintahan di wilayahnya. Ia akan memulai dengan mengundang seluruh lurah untuk berdialog dan mendengarkan langsung aspirasi serta keluhan mereka.

“Saya akan kumpulkan para lurah, mendengarkan keluhan dan harapan mereka, lalu kita jalin menjadi satu kesatuan perbaikan. Kita jadikan Sukmajaya sebagai magnet aktivitas dan kemajuan,” tegasnya.

Christine juga menekankan pentingnya nilai toleransi dan inklusivitas dalam birokrasi. Ia menolak anggapan bahwa identitas minoritas menjadi penghalang dalam mengabdi kepada masyarakat.

“Saya percaya bahwa Kota Depok bukan kota yang intoleran. Justru Wali Kota dan Wakil Wali Kota kita memberi ruang bagi siapa pun, termasuk saya yang berlatar belakang minoritas, untuk mengabdi. Ini bukan soal perbedaan, tapi soal kepercayaan dan tanggung jawab,” jelasnya.

Kepemimpinan Christine mencerminkan wajah baru birokrasi Kota Depok—lebih humanis, terbuka, dan berani memberi ruang bagi keberagaman. Ia menjadi contoh bahwa pelayanan publik bisa dijalankan dengan empati, mendengarkan, dan membangun kolaborasi lintas identitas.

“Perbedaan bukan penghalang. Justru bisa menjadi perekat karena pada dasarnya lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya,” tutup Christine.

Penunjukan Christine sebagai camat perempuan satu-satunya bukan hanya langkah berani dalam memperjuangkan kesetaraan gender di pemerintahan lokal. Lebih dari itu, ia adalah simbol dari komitmen Pemkot Depok untuk membuka akses kepemimpinan kepada semua warga, tanpa melihat latar belakang.

Dengan gaya kepemimpinan yang empatik dan terbuka, Christine Desima Arthauli membawa harapan baru bagi Sukmajaya dan Kota Depok: bahwa birokrasi dapat lebih dekat, lebih inklusif, dan lebih manusiawi. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *