Jakarta – JAGAT BATARA, 14 Agustus 2025. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada Rabu (13/8/2025), untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo.
Abraham tiba di Mapolda Metro Jaya sekitar pukul 10.30 WIB. Ia didampingi sejumlah tokoh dan tim pendamping hukum, antara lain mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, serta perwakilan tim hukum gabungan dari YLBHI, Kontras, LBH Pers, IM57+, dan LBH-AP Muhammadiyah.
Dalam keterangannya kepada awak media, Abraham menyampaikan bahwa kehadirannya merupakan bentuk penghormatan terhadap proses hukum. Ia menegaskan bahwa surat panggilan yang diterimanya adalah panggilan pertama sebagai saksi dalam perkara tersebut.
“Hari ini saya mendapat surat untuk memenuhi panggilan sebagai saksi, panggilan pertama,” ujar Abraham di hadapan awak media.
Lebih lanjut, Abraham menyatakan bahwa pelaporan terhadap dirinya merupakan bentuk kriminalisasi atas kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi konstitusi.
“Maka ini adalah salah satu bentuk kriminalisasi terhadap pembungkaman kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi,” tegasnya.
Abraham hadir di Mapolda Metro Jaya dengan mengenakan kemeja hitam dan setelan jas abu-abu, memperlihatkan sikap tenang dan kooperatif dalam menghadapi proses hukum.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait materi pemeriksaan yang dijalani oleh Abraham Samad.
Latar Belakang Kasus
Kasus dugaan pemalsuan ijazah Presiden Jokowi sebelumnya mencuat ke publik setelah sejumlah pihak mengajukan laporan dan menyuarakan kritik terbuka di berbagai platform. Polda Metro Jaya melakukan pemanggilan terhadap sejumlah tokoh yang dianggap memiliki keterkaitan dengan narasi tersebut untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Sejumlah elemen masyarakat sipil menilai bahwa proses hukum ini berpotensi mengarah padanya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat, terutama apabila tidak disertai dengan transparansi dan akuntabilitas.
(sukma)